
PRESMEDIA. ID, Tanjungpinang- Diperiksa sebagai saksi, 11 mantan anggota DPRD Natuna, mengaku menerima dan telah mengembalikan sebagian dana Tunjangan Perumahan (Tuper) DPRD Natuna 2011-2015.
Ke 11 mantan anggota DPRD Natuna yang diperiksa sebagai saksi terhadap 5 terdakwa dugaan Korupsi Tuper DPRD Natuna 2011-2015 itu adalah, Hazimah, Haji Pang Ali, Raja Marzuni, Welmi, Mustamin Bakri, M.Yunus, Harken, Jarmin, Marzuki, Hendri dan Bahrudin.
Ke 11 saksi, diperiksa secara serentak terhadap korupsi Rp7,7 miliar dana Tunjangan DPRDS Natuna dengan terdakwa Elias Sabli selaku mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah mantan Bupati Natuna, Hadi Chandra mantan ketua DPRD Natuna, Syamsurizon mantan Sekda Natuna dan M.Makmur mantan sekretaris Dewan DPRD Natuna di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Kamis (27/10/2022).
Saksi Raja Marzuni mengaku dari Rp300 juta dana Tuper 2011-2015 yang diterima, baru mengembalikan Rp.20 juta.
Marzuni mengaku memiliki niat untuk mengembalikan dana Tuper yang diterimanya, Namun saat ini, dirinya belum memiliki uang untuk mengembalikan.
Sementara saksi Marzuki, menyampaikan baru mengembalikan Rp50 juta dari total Rp94 juta dana Tuper yang diterimanya.
“Saya merasa terpaksa tapi tidak terpaksa,” kata Marzuki.
Sementara itu, saksi Zakmin, juga mantan anggota DPRD Natuna mengaku, telah mengembalikan seluruh dana Tunjangan Perumahan yang sebelumnya diterima.
Sementra Haji Pang Ali, mengaku menerima dana tunjangan perumahan itu dari tahun 2014 sampai 2015 saja, kemudian tahun 2016 menjadi temuan BPK sehingga dilakukan penyelidikan oleh Kejati Kepri.
“Saat itu sempat dibentuk Tim Panitia Kerja (Panja) DPRD Natuna
melakukan pengawasan atas LHP-BPK terhadap LKPD APBD Natuna itu. Namun dalam pembahasan terhadap Tunjangan Perumahan ini, tidak ada standarisasi penentuan besaran tunjangan dan untuk menentukan besaran tunjangan juga bukan tugas kami,” katanya.
Sehingga dari pembahasan Panja DPRD sebut H.Pang Ali, mengatakan besaran tunjangan perumahan anggota DPRD Kabupaten/kota tidak boleh melebihi besaran dana tunjangan Perumahan DPRD Provinsi Kepri.
Ditempat yang sama, Ketua Panja M.Yunus mengatakan, jika dirinya sudah menerima Tunjangaan Perumahan DPRD di Natuna itu, sejak 2009.
Saat itu kata Yunus, atas temuan LHP-BPK, Tim panja melakukan kegiatan membuat SK untuk rapat internal membahas hasil temuan BPK itu dan selanjutnya berkoordinasi dengan Kementerian dalam Negeri (Kemendagri).
“Hasil pembahasan, salah satunya segera diselesaikan temuan BPK. Selanjutnya hasil Keputusan Panja saat itu, diserahkan ke pimpinan Ketua DPRD Natuna untuk diparipurnakan,” jelasnya.
Hasil Tim Panja yang disahkan DPRD kala itu lanjutnya, juga diteruskan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna.
Seluruh anggota DPRD ini menjelaskan dan memberi keterangan ke Majelis Hakim bahwa telah mengembalikan. Ada yang sebagian dan ada juga yang telah mengembalikan seluruhnya dana tunjangan perumahan tersebut.
Setelah mendengarkan keterangan 11 orang saksi ini, Ketua Majelis Hakim Anggalanton Boangmanalu dan Majelis Hakim Adhoc-Tipikor Albiferi dan Syaiful Arif kembali menunda persidangan pada Rabu(2/11/2022) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya.
Lima Terdakwa Korupsi Tuper DPRD Natuna Bebas Berkeliaran
Daemantara itu, Lima Terdakwa kasus Korupsi Tunjangan Perumahan DPRD Natuna hingga saat ini belum ditahan Hakim PN Tanjungpinang.
Hakim beralasan, penahanan ke 5 Terdakwa korupsi itu, masih dipertimbangkan.
“Untuk penahanan masih dipertimbangkan,” ujarnya.
Dengan tidak ditahannya ke Lima Terdakwa itu, ke lima terdakwa saat ini tetap menjadi tahanan kota.
Sebelumnya, lima terdakwa Korupsi Tunjangan DPRD Natuna ini, ditetapkan Kejaksaan Tinggi Kepri sebagai tersangka pada 2017 lalu.
Ke kelima terdakwa, didakwa melakukan korupsi menguntungkan diri sendiri dan orang lain atas jabatan yang ada padanya, atas pengalokasian dan pembayaran dana tunjangan perumahan DPRD Natuna 2011-2015 yang mengakibatkan kerugian negara Cq pemerintah Natuna sebesar Rp7,7 Miliar.
Atas perbuatannya, ke lima terdakwa didakwa dengan pasal 2 juncto Pasal 18 nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 KUHP dalam dakwaan primair.
Dan dalam dakwaan Subsidair melanggar pasal 3 juncto Pasal 18 nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 KUHP.
Penulis:Roland
Editor :Redaktur