LAKRL dan Suku Laut Pertanyakan Komitmen Gubernur Terhadap Keberadaan Tanah Ulayat Melayu Di Kepri
*Ansar Tidak Bisa Ditemui Saat Menyampaikan Aspirasi Usulkan Perda Tanah Ulayat

PRESMEDIA.ID, Tanjungpinang – Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) bersama Suku Laut Kepulauan Riau, mengaku kecewa dengan Gubernur Kepri Ansar Ahmad, karena tidak bisa ditemui di kantornya untuk menyampaikan aspirasi pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Tanah Ulayat di Kepri.
Juru bicara LAKRL Said Ubaidillah, mengatakan pihaknya mendatangi Kantor Gubernur Kepri untuk menyampaikan aspirasi dan meminta Gubernur membentuk Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat Melayu di Kepri.
”Kami ingin bertemu Gubernur Kepri Bapak Ansar Ahmad, untuk menyampaikan aspirasi pembentukan perda tanah Ulayat di Kepri ini. Dan sebelumnya, juga sudah ada pembicaraan,” kata Saud di Kantor Gubernur Kepri Dompak.
Namun saat mereka tiba di Kantor gubernur itu, Ia mengaku kecewa, karena puluhan pimpinan dan anggota LAKRL bersama perwakilan Suku Laut di Kepri ini tidak dapat menemui gubernur Ansar. Rombongan yang berasal dari berbagai tempat di Kepri dan bermarkas di Pulau Penyengat itu, juga mengaku sempat berniat mau menginap di Kantor Gubernur Kepri itu.
”Sia-sia kami datang ke sini dan tinggalkan rumah dan anak istri, nyatanya tidak ada kepastian dari pemerintah tentang keinginan kami untuk menata kehidupan masyarakat adat bisa tercapai atau tidak,” ujar Said bertanya.
Atas hal itu, LAKRL juga mempertanyakan sikap gubernur Kepri, apakah masih berpihak pada masyarakat adat atau pada sekelompok pengusaha tertentu yang mengabaikan penataan wilayah dan tanah adat karena kepentingan pribadi dan kelompok.
”Kami curiga dan perlu mempertanyakan, apakah pak gubernur masih berpihak pada masyarakat adat atau berpihak pada sekelompok penguasa yang telah mengabaikan penataan wilayah dan tanah adat karena kepentingan pribadi dan kelompok,” ujar Said lagi.
Kekecewaan juga dikatakan Grisman, salah seorang tokoh adat di Pulau Rempang dan Galang-Batam. Ia mengaku, sangat prihatin dengan pemerintahan daerah yang tidak memihak pada masyarakat adat, sehingga seluruh lahan hanya diperuntukan pada pengusaha yang membutuhkan dengan mengabaikan prinsip adat khususnya adat melayu.
Hal itu dikatakan Grisman, atas penolakan kebijakan pemerintah yang akan merelokasi pemukiman penduduk tempatan di kota Batam atas masuknya investasi perusahaan raksasa PT Makmur Elok Graha (MEG) belum lama ini.
“Kami tidak anti Investasi, Tapi sisakanlah lahan nenek Moyang kami untuk kami tinggali,” ujar nya.
Atas hal itu lanjutnya, warga tempatan dan melayu yang telah tinggal dan beranak-pinak di sejumlah lokasi di Kepri membutuhkan kepastian dari pemerintah untuk melindungi lahan nenek moyangnya untuk tetap ditinggali.
“Dengan kondisi ini, hari ini kami datang dan meminta Gubernur Kepri untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat (Ulayat) nenek moyang kami di provinsi Kepri ini,” tegasnya.
Namun hingga siang, karena tidak ada kepastian bisa bertemu dengan Gubernur, puluhan pengurus dan anggota LAKRL yang dipimpin langsung Tengku Fuad serta tokoh wanita LAKRL Emi itu sempat bersitegang dengan petugas di kantor Gubernur Kepri.
Rombongan Diterima, LAKRL dan Asisten II Berdebat
Kecewa tidak dapat bertemu dengan gubernur Kepri, rombongan LAKRL bersama perwakilan Suku Laut di Kepri, akhirnya diterima Asisten II Bidang Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Kepri, Luki Zaiman Prawira, dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Said Sudrajad serta Kepala Biro Hukum Kuntum Purnomo di ruang rapat Sekretariat Daerah (Setda) Kepri.
Dalam dialog antara rombongan pengurus dan anggota LAKRL serta perwakilan Suku Laut, sempat terjadi perbedaan pendapat soal Perda tentang Status dan Wilayah Tanah Adat yang akan dihasilkan.
Luki menyatakan, besarnya perhatian Gubernur Ansar Ahmad terhadap para nelayan dan suku laut, sehingga membangun ratusan rumah serta memberikan sertifikat gratis.
Namun atas pernyataan Luky Zaiman Prawira itu, tokoh wanita LAKRL Emi mengatakan, pihaknya tidak menafikan dan mempermasalahkan apa program yang telah dibuat Gubernur terhadap Nelayan dan Suku Laut di Kepri.
”Bukan itu yang kami maksud, kami tidak bicara soal program, tetapi yang kami minta pemerintah sekarang harus membuat dasar hukum pengelolaan wilayah tanah adat di Kepri,” ujar Emi.
Lebih lanjut dikatakan, “Siapa saja bisa datang ke Kepri dan hidup di wilayah ini. Tetapi masyarakat adat yang hidup dengan cara tradisional ditanah nenek moyangnya, harus dilindungi.
Lebih jauh dikatakan, kondisi Kepri dengan sumber daya alam dan wilayah adatnya saat ini, sudah semakin rusak akibat tidak adanya aturan yang mengacu pada adat istiadat tetapi didasarkan pada keinginan penguasa dan Pengusaha. Dan atas hal itu, Emi menegaskan tidak akan diam.
“Kami ini Melayu dan Melayu Riau Lingga. Kami tidak akan membiarkan semua pengelolaan wilayah didasarkan pada keinginan pengusaha. Di sini ada masyarakat adat yang memiliki hak-hak khusus sebagai masyarakat adat. Harus ada hukum yang melindungi masyarakat adat di Kepri,” tegas wanita itu.
Setelah sempat tegang dan berdebat, akhirnya pertemuan antara pejabat Pemprov Kepri dengan rombongan LAKRL dan Suku Laut menemui kata sepakat. Asisten II Setda Provinsi Kepri Luki Zaiman Prawira menyetujui usulan LAKRL untuk segera membentuk Tim Penyusunan Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau.
”Saya meminta Biro Hukum segera menyusun rencana untuk pembentukan Tim Perumus Perda. Siapa yang akan terlibat di dalamnya, yakni yang memahami proses pembentukan peraturan daerah, serta yang memiliki wawasan masyarakat hukum adat,” kata Luki.
Menurut Luki, Tim Penyusunan Perda Tanah Adat ini membutuhkan waktu, yakni mulai dari menyusun dasar-dasar pembuatan perda, membuat rencana kerja, hingga mempersiapkan dana.
”Sebagaimana kita ketahui dalam setiap kegiatan yang melibatkan banyak pihak, tentu memerlukan anggaran dan anggaran harus diajukan agar dimasukkan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Semua langkah-langkah tersebut bisa dijalani jika kita bekerjasama,” ujar Luki.
Ini Ruang Lingkup Perda Tanah Ulayat Yang Diusulkan LAKRL
Dalam pemaparan tim hukum LAKRL, ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau yang akan dibahas dan disahkan itu, mencakup: (a) Keberadaan, (b) Penetapan, (c) Pengelolaan, (d) Kewajiban, (e) Penyelesaian sengketa hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah; dan (f) Pembiayaan.
LAKRL meminta Pemerintah Daerah mengakui keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah. Dan pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah harus didasarkan atas hasil penelitian.
Berita Sebelumnya :
Penulis: Persmedia/Abdul Hamid
Editor : Redaksi