Kominfo Ungkap Enam Isu Kerawanan Jelang Pemilu 2024

0 9
Pencoblosan pada Pilkada 2018 di Rutan Kelas 1 Tanjungpinang. (Foto: Albet/Presmedia.id)
Pencoblosan pada Pilkada 2018 di Rutan Kelas 1 Tanjungpinang. (Foto: Albet/Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan setidaknya ada enam isu utama kerawanan yang memerlukan kebijakan antisipasi berdasarkan pemetaan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan Pemilihan 2024.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) selaku Ketua Badan Koordinasi Humas (Bakohumas), Usman Kansong mengatakan, keenam isu itu diantaranya, jumlah partai politik peserta Pemilu, pelaksanaan tahapan Pemilu di provinsi baru.

Kemudian, lanjutnya, netralitas penyelenggara pemilu dalam tahapan pemilu berikutnya, polarisasi masyarakat dan dukungan politik, penggunaan media untuk konsistensi, dan pemenuhan hak memilih dan dipilih untuk perempuan dan kelompok rentan.

Usman menjelaskan bahwa strategi kolaborasi Bakohumas yang di antaranya adalah mencegah disinformasi politik di Pemilu 2024 yang membutuhkan kolaborasi pemerintah, penyelenggara pemilu, elite politik, partai politik, masyarakat sipil, media arus utama, platform digital, dan seluruh masyarakat.

“Pemerintah juga sudah membentuk gugus tugas lintas kementerian dan lembaga dalam koordinasi Kemenkopolhukam,” kata Usman saat acara Forum Tematik Bakohumas dengan tema “Strategi Bakohumas dalam rangka mendukung Pemilu 2024 aman dan kondusif menuju Indonesia maju” yang digelar Divhumas Polri di Jakarta, Selasa (27/6/2023).

Oleh karena itu, tegas dia, perlu juga digalang gerakan membungkam politik identitas menjelang Pemilu 2024.

Ia menyatakan bahwa strategi literasi dan edukasi yang dilakukan diantaranya adalah mengedukasi para pemilih pemula (first voter) untuk aktif mencari informasi valid dari sumber yang jelas.

Kemudian, Inklusif menjangkau kelompok yang sulit mengakses informasi (difabel, lansia, warga daerah terpencil dan lainnya).

Influencer dengan merangkul pemengaruh yang erat dengan politik, tokoh agama, dan tokoh masyarakat lokal.

Ia memberikan contoh diantaranya adalah kampanye di media sosial, menghentikan polarisme dengan mengabaikan ujaran kebencian di media sosial.

“Akun penyebar hate speech tidak akan mendapat apa- apa jika kita abaikan dan laporkan. Abaikan dan mereka akan hilang dari linimasa medsos,” terang dia.

Selanjutmya, mempersuasi pemilih pemula untuk memulai Pemilu dengan cara yang berbeda dari generasi boomer yang aktif mencari informasi, tanpa drama di medsos, dan berpartisipasi dalam Pemilu untuk masa depan mereka.

“Bila kita berhasil mencegah disinformasi politik di media sosial yang menjadi pangkal stagnasi dan regresi demokrasi, kita sukses menjaga bahkan mungkin meningkatkan demokrasi kita,” tandasnya.

Baca Juga :

Penulis: Presmedia
Editor  : Redaktur

Leave A Reply

Your email address will not be published.