
PRESMEDIA.ID – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menggelar konferensi nasional manajemen risiko dalam memperkuat Integrasi dan Pengelolaan di Plaza BP JAMSOSTEK, Jakarta.
Untuk diketahui, pada 2026 BPJS Ketenagakerjaan menargetkan perlindungan 70 juta pekerja dengan mengelola dana sebesar 1.000 triliun anggaran iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan jumlah itu, BPJS menyatakan, Perluasan kepesertaan dan meningkatkan kualitas pelayanan, menjadi hal mutlak yang terus dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Di sisi lain, badan hukum publik ini juga dituntut untuk menjalankan tugasnya dengan penuh integritas dan kehati-hatian. Terlebih, dengan perkembangan teknologi yang pesat, yang tidak hanya memberikan kemudahan, tetapi juga berpotensi menimbulkan fraud atau kecurangan.
Menjawab tantangan tersebut, BPJS Ketenagakerjaan menggandeng Lembaga Sertifikasi Profesi Manajemen Risiko (LSPMR) dalam menggelar konferensi nasional manajemen risiko di Plaza BPJAMSOSTEK, Jakarta.
Kegiatan bertema “Ethical Leadership and Fraud Prevention: Navigating Risk with Integrity” ini menghadirkan beberapa narasumber kompeten di bidangnya dan diikuti oleh ratusan peserta yang sudah memegang Certified Risk Governance Professional (CRGP).
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan, Asep Rahmat Suwandha, menegaskan pentingnya peningkatan kapabilitas manajemen risiko dalam menghadapi ancaman kecurangan dan penyimpangan yang semakin kompleks di era saat ini.
“Sebagai lembaga yang mengelola jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja di Indonesia, BPJS Ketenagakerjaan menghadapi berbagai risiko yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya. Salah satu risiko yang paling signifikan dan memerlukan perhatian khusus adalah Risiko Fraud,” ujar Asep.
Lebih lanjut, Asep menekankan bahwa BPJS Ketenagakerjaan sadar bahwa mitigasi risiko fraud tidak bisa dilakukan sendiri. Oleh karena itu, pihaknya menjalin kolaborasi dengan lembaga-lembaga pemerintah seperti BPKP, Ombudsman, serta praktisi dan akademisi untuk mengatasi tantangan terkini dalam mitigasi risiko fraud.
“Dengan bekerja sama, kita bisa mengidentifikasi dan menangani potensi risiko fraud dengan lebih efektif. Kami di BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan program perlindungan jaminan sosial di Indonesia,” tambahnya.
Risiko fraud dapat terjadi dalam berbagai aspek operasional BPJS Ketenagakerjaan, mulai dari pendaftaran peserta, klaim jaminan, hingga pengelolaan investasi. Oleh karena itu, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen menerapkan prinsip zero fraud tolerance untuk menjaga kepercayaan peserta dan seluruh pemangku kepentingan.
“Segala bentuk kecurangan, sekecil apa pun, tidak akan pernah ditoleransi. Kepercayaan dari peserta dan seluruh pemangku kepentingan merupakan aset yang paling berharga,” tegas Asep.
Sejak 2016, BPJS Ketenagakerjaan telah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk membangun sistem pengendalian kecurangan yang komprehensif, termasuk Fraud Risk Assessment sebagai bagian dari Fraud Control System dan Sistem Manajemen Anti Penyuapan.
BPJS Ketenagakerjaan juga berkomitmen untuk menerapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2024 mengenai Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
“Melalui Fraud Risk Assessment dan implementasi POJK Nomor 12 Tahun 2024, BPJS Ketenagakerjaan bertekad menciptakan ekosistem kerja yang transparan, akuntabel, dan terlindungi dari ancaman kecurangan,” pungkas Asep.
Ketua Global Integrated Risk Management Association (GIRMA), Wahyu Wibowo, memberikan apresiasi terhadap upaya BPJS Ketenagakerjaan dalam menanggulangi potensi fraud. Ia menyatakan, “Gerakan anti-korupsi dan pencegahan fraud sangat tidak mudah dan memerlukan kekuatan yang luar biasa. BPJS Ketenagakerjaan telah menunjukkan upaya luar biasa dengan mengadakan seminar dan pelatihan seperti ini, yang diharapkan dapat efektif menjangkau berbagai lapisan.”
Penulis: Roland
Editor : Redaktur