
Ketua DPR RI, Puan Maharani (Foto: dok humas DPR-RI)
PRESMEDIA.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta Tentara Nasional Indonesia (TNI) memberikan penjelasan secara terbuka terkait kebijakan pengamanan institusi Kejaksaan di seluruh Indonesia.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengatakan, pentingnya transparansi dari TNI agar kebijakan tersebut tidak memicu spekulasi negatif di tengah masyarakat.
“Harus ada penjelasan secara tegas, apakah itu memang bagian dari SOP atau tidak,” ujar Puan Maharani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Menurut Puan, keterbukaan TNI dalam menjelaskan dasar hukum dan standar operasional prosedur (SOP) sangat penting, terutama terkait pengerahan personel militer untuk mendukung institusi penegak hukum sipil seperti Kejaksaan.
“Transparansi diperlukan demi menjaga kepercayaan publik dan mencegah kecurigaan atau fitnah yang merusak citra lembaga negara,” tegasnya.
Telegram KSAD Picu Pertanyaan Publik
Sebagaimana diketahui, langkah TNI menjadi sorotan publik setelah beredarnya Surat Telegram Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, dengan nomor ST/1192/2025.
Surat tersebut memerintahkan jajaran Pangdam untuk memberikan dukungan pengamanan kepada Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh wilayah Indonesia.
Surat Telegram Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak memerintahkan Pangdam agar menyiapkan dan mengerahkan 1 Satuan Setingkat Peleton (SST) atau sekitar 30 personel untuk pengamanan Kejati. 1 Regu atau sekitar 10 personel untuk pengamanan Kejari.
Pasukan yang dilibatkan berasal dari satuan tempur (Satpur) dan bantuan tempur (Satbanpur) di jajaran masing-masing, dengan sistem rotasi penugasan setiap bulan.
Pengamanan ini dilakukan sebagai respons atas situasi yang menuntut stabilitas dan perlindungan ekstra terhadap aparat penegak hukum.
Keberadaan personel TNI diharapkan dapat meningkatkan keamanan institusi Kejati dan Kejari, serta memperkuat sinergi antar lembaga negara dalam menjaga ketertiban dan supremasi hukum.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, menyatakan langkah tersebut merupakan bagian dari kerja sama kelembagaan, menyusul terbentuknya struktur Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampi Mil) di lingkungan Kejaksaan Agung RI.
Namun demikian, pernyataan tersebut belum sepenuhnya meredam pertanyaan publik mengenai batasan dan mekanisme pengamanan yang melibatkan institusi militer di luar konteks pertahanan negara.
Masuknya TNI dalam ranah pengamanan institusi sipil menjadi sorotan kalangan pengamat. Mereka menilai, prinsip supremasi sipil harus tetap dijaga dan seluruh langkah yang diambil harus sesuai dengan koridor konstitusi.
MoU TNI dan Kejaksaan: Dasar Kerja Sama
Sebelumnya, TNI dan Kejaksaan RI sebelumnya telah menandatangani Nota Kesepahaman Nomor: NK/6/IV/2023/TNI, tertanggal 6 April 2023. Kerja sama ini mencakup beberapa aspek penting, antara lain:
1.Pendidikan dan pelatihan.
2.Pertukaran informasi untuk penegakan hukum.
3.Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan RI.
4.Penugasan jaksa sebagai pengawas di Oditurat Jenderal TNI.
5.Dukungan personel TNI dalam pelaksanaan tugas Kejaksaan.
6.Bantuan hukum perdata dan tata usaha negara kepada TNI.
7.Pemanfaatan sarana dan prasarana bersama.
8.Koordinasi teknis penyidikan dan penanganan perkara koneksitas.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana juga mengatakan, segala bentuk dukungan TNI dilakukan atas permintaan resmi dari Kejaksaan dan berdasarkan kebutuhan yang terukur, dengan tetap mengacu pada hukum yang berlaku.
TNI menegaskan komitmennya terhadap profesionalisme, netralitas, dan sinergitas antar-lembaga.
Langkah ini merupakan pengejawantahan dari tugas pokok TNI sesuai amanat Undang-undang, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari segala bentuk ancaman dan gangguan terhadap keutuhan negara.
Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi