DPRD Kepri Tetap Sahkan APBD-P 2025 Rp3,933 T Dengan Kenaikan Belanja Melebihi Target Pendapatan

Ketua DPRD Kepri, Iman Sutiawan menyerahkan Dokumen Perda Perobahan APBD 2025 Kepri ke Gubenrnur Kepri setelah disahakan dengan besaran APBD Perobahan 2025 Kepri Rp3,933 Triliun (Foto: Diskominfo Kepri)
Ketua DPRD Kepri, Iman Sutiawan menyerahkan Dokumen Perda Perobahan APBD 2025 Kepri ke Gubenrnur Kepri setelah disahakan dengan besaran APBD Perobahan 2025 Kepri Rp3,933 Triliun (Foto: Diskominfo Kepri)

PRESMEDIA.ID– Meskipun sempat mendapat kritik dari Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAMNR) dan tokoh muda BP3KR, DPRD Kepri tetap mengesahkan APBD Perubahan 2025 sebesar Rp3,933 triliun dengan kenaikan belanja daerah.

Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kepri di Tanjungpinang pada Senin, 25 Agustus 2025.

Pada APBD Perobaha 2025 ini, Pendapatan daerah diproyeksikan Rp3,911 triliun atau turun sekitar Rp7,3 miliar dibandingkan APBD Murni. Sementara, belanja daerah diproyeksi meningkat sebesar Rp14,7 miliar menjadi Rp3,933 triliun dari sebelumnya Rp3,918 triliun.

Adapun pembiayaan netto diproyeksikan sebesar Rp22,2 miliar, yang merupakan penyesuaian dari penerimaan SiLPA 2024 berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Wakil Ketua I DPRD Kepri, Dewi Kumalasari, menyampaikan bahwa perubahan APBD 2025 dilakukan untuk menyesuaikan dinamika regulasi, kebijakan, dan asumsi ekonomi makro. Perubahan ini merujuk pada Pasal 316 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 161 PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Perubahan ini diperlukan untuk merespons perubahan pendapatan, pergeseran belanja, penggunaan SiLPA, serta kebijakan pemerintah pusat yang memengaruhi struktur APBD Kepri,” ujar Dewi. Ia menambahkan, APBD Perubahan diharapkan dapat menampung kebutuhan pembangunan prioritas yang belum terakomodasi di APBD Murni.

Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, mengapresiasi DPRD Kepri atas pembahasan intensif Ranperda Perubahan APBD 2025. Ia menegaskan bahwa anggaran ini tetap menjaga keseimbangan antara pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, dengan memperhatikan mandatory spending dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Adapun rincian alokasi belanja meliputi, sektor Pendidikan Rp1,11 triliun atau 28,23 persen dari total belanja atau melebihi batas minimal 20 persen, Infrastruktur pelayanan publik: Rp1,07 triliun (33,28 persen), Belanja pegawai Rp1,32 triliun (33,74%, sedikit di atas ambang batas 30 persen).

“Anggaran ini telah dirancang untuk mendukung pembangunan berkualitas yang menyentuh kebutuhan masyarakat dan memajukan Kepri,” kata Ansar.

Sebelumnya, Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAMNR) Kepri dan Tokoh Muda BP3KR mengkritisi kenaikan belanja ASN dan pejabat dalam Perubahan APBD (APBD-P) Kepri 2025. Mereka menilai anggaran sebesar Rp3,933 triliun yang diajukan tidak mencerminkan fungsi utama APBD untuk menyejahterakan rakyat.

Ketua GAMNR, Said Ahmad Syukri menyatakan, APBD-P Kepri 2025 lebih berfokus pada belanja ASN dan pejabat ketimbang pembangunan sektor publik.

“APBD ini hancur. Belanja untuk ASN dan pejabat justru meningkat, sementara pembangunan publik nihil,” ujar Sasjoni pada PRESMEDIA.ID.

Ia juga menyoroti minimnya progres kegiatan dari APBD murni 2025. Menurutnya, hingga saat ini tidak ada proyek baru yang berdampak pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Realisasi APBD murni 2025 tidak menunjukkan dampak nyata bagi ekonomi rakyat. APBD seolah hanya untuk menghidupi pejabat dan ASN,” tegas Sasjoni.

Sementara, Tokoh Muda BP3KR, Andre Amsy, meminta Gubernur dan DPRD Kepri transparan dalam pembahasan dan penggunaan APBD. Ia menegaskan bahwa tujuan pembentukan Provinsi Kepri adalah untuk kemakmuran masyarakat, namun hingga saat ini program pembangunan dalam RPJMD hanya sebatas Laporan dan wcana program dan belum dirasakan manfaatnya.

“Kondisi ekonomi masyarakat Kepri saat ini semakin terpuruk. Daya beli menurun, dan implementasi program pembangunan hanya bagus di atas kertas,” ujar Andre.

Ia juga menyoroti penurunan pendapatan daerah sebesar Rp7,31 miliar akibat berkurangnya transfer dana APBN. Menurutnya, ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menggali potensi pendapatan daerah, sehingga masih bergantung pada dana pusat.

“Mana janji PAD Rp200 miliar dari sektor kelautan? Mana target Rp17 triliun dari pariwisata? Hanya wacana belaka,” kritik Andre.

Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi