Indonesia Gesa Pembahasan Tata Perilaku di Laut Natuna Utara

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro. (Foto: Antara/Presmedia.id)
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro. (Foto: Antara/Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID, Jakarta – Indonesia berupaya menggesa perundingan pedoman tata perilaku (Code of Conduct/CoC) di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan (LCS). Hal ini dilakukan agar Laut China Selatan sebagai laut yang damai dan stabil.

CoC diharapkan menjadi pedoman tata perilaku guna menghindari konflik, terutama antarnegara yang saling bersengketa di Laut China Selatan.

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, Sidharto R Suryodipuro mengatakan pedoman CoC bisa disahkan oleh para pejabat perunding dan pada dasarnya para menteri luar negeri telah mengetahui dan mendukung pedoman tersebut.

“Intinya adalah bagaimana mempercepat pembahasan CoC,” kata Arto, sapaan akrab Sidharto menjelang Pertemuan ke-56 Menlu ASEAN (AMM) di Jakarta, Senin (10/7/2023) dikutip dari InfoPublik.id.

Tahun ini, Indonesia sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) 2023.

“Secara umum kita menyambut baik adanya engagement di tingkat tinggi. Lewat saluran diplomatik, kita juga menyampaikan dukungan engagement bilateral tersebut,” sambungnya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi mengatakan Indonesia siap mengintensifkan negosiasi CoC terkait Laut China Selatan selama menjalani perannya sebagai ketua ASEAN tahun ini.

CoC, lanjut Retno, harus segera diselesaikan demi terciptanya Laut China Selatan sebagai laut yang damai dan stabil.

China diketahui mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan sebagai bagian dari kedaulatannya dan kian agresif melakukan reklamasi pulau-pulau di perairan tersebut.

Namun klaim China berbenturan dengan klaim dari Taiwan serta empat negara anggota ASEAN yaitu Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam.

Sementara Indonesia bentrok dengan China atas hak penangkapan ikan di Kepulauan Natuna, yang terletak di bagian selatan perairan yang disengketakan.

Karena itu pada 2002, China dan negara-negara ASEAN sepakat menandatangani Deklarasi Perilaku Para Pihak (Declaration of Conduct/DoC) dalam mengelola LCS, yang menandai dukungan pertama Beijing terhadap kesepakatan multilateral tentang masalah tersebut.

DoC disusun dengan sejumlah tujuan, antara lain mendorong upaya membangun kepercayaan di antara para pihak serta menyusun suatu dokumen CoC yang formal berkekuatan hukum mengikat.

CoC tersebut diharapkan bisa mengurangi risiko konflik di Laut Cina Selatan di jalur air yang disengketakan antara Cina dengan empat negara anggota ASEAN yakni Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei. COC telah menjadi agenda abadi untuk Cina dan ASEAN sejak pergantian abad.

Pada 1995, China menduduki Mischief Reef secara ilegal, yang letaknya hanya 210 kilometer dari pulau Palawan, Filipina. Negara-negara ASEAN lainnya melihatnya sebagai upaya terang-terangan untuk mengubah status quo di kawasan.

Sebagai tanggapan, ASEAN mengeluarkan Komunike Bersama pada 1996 yang menyatakan keprihatinan atas situasi di Laut Cina Selatan. ASEAN menyerukan penyelesaian sengketa secara damai dan pengendalian diri oleh pihak-pihak terkait.

Harapannya, itu dapat meletakkan dasar untuk stabilitas jangka panjang di kawasan tersebut dan menumbuhkan pemahaman di antara negara-negara penggugat.

Penulis: Presmedia
Editor  : Redaktur