JPKP Minta Gerindra dan Nyanyang Bertindak, Kapolri dan Jaksa Agung Didesak Ambil Alih Kasus

Tersangka Hasan saat memberi keterangan pada Media saat keluar dari ruangan Tipikor Satreskrim Polres Bintan Jumat (7/6/29024). (Foto: Hasura/Presmedia.id)
Tersangka Hasan saat memberi keterangan pada Media saat keluar dari ruangan Tipikor Satreskrim Polres Bintan Jumat (7/6/29024). (Foto: Dok: Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID– Pelantikan Hasan sebagai Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menuai kecaman dari berbagai pihak. Hal itu disebabkan, hingga saat ini Kepala dinas Pariwisata Kepri itu, berstatus tersangka dalam dugaan pemalsuaan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) di Polres Bintan.

Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah Provinsi Kepri (JPKP), Adiya Prama Rivaldi, menilai keputusan gubernur dan wakil gubernur Kepri Ansar Ahmad-Nyanyang Haris Pratama, mengangkat dan melantik tersangka Hasan sebagai kepala Dinas menjadi bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai etika pemerintahan dan prinsip birokrasi bersih.

Hasan Diduga Terlibat Pemalsuan Dokumen SKPT

Untuk diketahui, Penyidik Reskrim Polres Bintan, telah menetapkan Hasan Sos, M.Riduan dan Budiman berstatus tersangka sejak April 2024 dalam kasus pemalsuan 19 Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) di Kelurahan Sei Lekop, Kecamatan Bintan Timur.

Bahkan dari 19 SKPT surat yang ditandatangan Hasan sebagai camat Bintan Timur Kala itu, Dua diantaranya adalah atas namanya (Hasan-red) sendiri.

Dari total lahan seluas 3,7 hektare, Hasan diduga meraup keuntungan sebesar Rp 115 juta, sementara dua rekannya M.Riduan dan Budiman  memperoleh puluhan juta rupiah lainnya.

“Seseorang yang sedang berstatus tersangka malah diberi jabatan strategis. Ini bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga penghinaan terhadap akal sehat publik,” ujar Adiya Rabu (28/5/2025).

Tersangka, Hasan, M.Ridwan dan Budiman saat dihadirkan penyidik dalam rekonstruksi kasus pemalsuan surat tanah di lahan PT.Expasindo, Kelurahan Sei Lekop, Bintan Timur, Kijang Senin (1/7/2024).
Tersangka Hasan, M.Ridwan dan Budiman saat dihadirkan penyidik dalam rekonstruksi kasus pemalsuan surat tanah di lahan PT.Expasindo, Kelurahan Sei Lekop, Bintan Timur, Kijang Senin (1/7/2024). (Foto:Dok-Presmedia.id)

Sebelumnya, Kapolres Bintan AKBP Yunita Stevani mengatakan, hingga saat ini Hasan Sos masih berstatus tersangka dalam kasus dugan pemalsuan surat. Bekas perkara Hasan dan dua tersangka lainya hingga saat ini masih terus berproses di Penyidik Polres Bintan.

“Kami masih terus penuhi petunjuk dari Kejaksaan, Hasan dan yang lainnya masih berstatus tersangka kasus pemalsuan surat tanah di lahan PT Expasindo Raya Kelurahan Sei Lekop Kecamatan Bintan Timur. Dan penyidik kami akan memenuhi petunjuk yang diberikan Jaksaan,” kata Kapolres Bintan AKBP Yunita Stevani.

Kapolres wanita di Kepri ini juga mengatakan, beberapa waktu lalu Jaksa dari Kejari Bintan telah mengembalikan berkas ke Satreskrim Polres Bintan. Dalam pengembalian berkas itu Kejari memberikan petunjuk pada untuk memenuhi 8 petunjuk.

Saat ini lanjutnya, tim penyidik di Reskrim Polres Bintan sudah memenuhi 7 petunjuk yang diberikan. Sementara 1 petunjuk lagi dalam proses untuk segera dipenuhi.

“Yang 7 petunjuk sudah kami kirim ke kejaksaan. Salah satu petunjuk lagi sedang kami proses. Jika sudah terpenuhi akan kami kirim lagi,” katanya.

Ia juga menegaskan, Polres Bintan akan terus berusaha untuk memenuhi petunjuk Jaksa dari Kejari Bintan atas kasus ke tiga tersangka hingga berkas perkara, tersangka dan barang bukti dalam kasus ini dapat dilimpahkan dan disidangkan di PN Tanjungpinang.

“Itu adalah tugas pokok kami. Masalah penegakan hukum memang harus kami lakukan. Jadi kami akan terus berupaya untuk memenuhi segala petunjuknya,” ucapnya.

JPKP Kritik Sikap Gubernur dan Partai Gerindra
Gubernur dan wakil gubernur Kepri H.Ansar Ahmad-Nyanyang Haris Pratama.
Gubernur dan wakil gubernur Kepri H.Ansar Ahmad-Nyanyang Haris Pratama. (foto:Dok-Presmedia.id)

JPKP juga mengkritik Gubernur Kepri Ansar Ahmad yang dinilai terlalu pasif dalam menyikapi persoalan ini. Ia mendesak agar Hasan segera dinonaktifkan demi menjaga wibawa dan integritas birokrasi daerah.

“Jika Gubernur terus diam, maka itu adalah bentuk pembiaran. Hasan harus segera dicopot,” ujarnya.

JPKP turut menyoroti peran Nyanyang Haris Pratamura dan Iman Setiawan, dua tokoh penting Gerindra Kepri yang juga memiliki posisi strategis di DPRD. Adiya menuntut tanggung jawab politik dari partai penguasa tersebut.

“Jangan sampai Partai Gerindra dianggap membiarkan pelanggaran hukum hanya karena pelaku berada di lingkaran kekuasaan,” katanya.

Adiya juga menolak keras wacana penggunaan restorative justice untuk menghentikan kasus ini melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Menurutnya, kejahatan yang dilakukan Hasan termasuk delik umum dan tidak dapat dihentikan hanya karena perdamaian pribadi.

“Restorative justice hanya untuk kasus ringan, sementara kasus ini termasuk pemalsuan dokumen negara dengan ancaman hingga 8 tahun penjara. Ini jelas penyimpangan hukum,” tegasnya.

Desak Kapolri dan Jaksa Agung Ambil Alih Kasus Tersangka Hasan

Sebagai bentuk penegakan hukum yang adil dan tidak diskriminatif, JPKP mendesak Kapolri dan Kabareskrim agar mengambil alih kasus ini dari jajaran kepolisian daerah. Selain itu, Kejaksaan Agung diminta untuk menolak segala bentuk SP3 atau restorative justice yang menyimpang dari prosedur.

“Jika kasus ini dibiarkan, maka kejahatan terhadap dokumen negara akan dianggap lumrah. Ini preseden buruk bagi penegakan hukum dan sistem birokrasi nasional,” pungkas Adiya.

Ia juga mengatakan, Status tersangka pada pejabat di Provinsi Kepri ini menjadi cermin krisis moral dalam birokrasi, di mana kepentingan politik kerap kali mengalahkan prinsip keadilan.

Atas hal itu, JPKP menyerukan agar semua pihak, khususnya pejabat publik dan partai politik, menunjukkan sikap tegas dalam membela integritas hukum dan pemerintahan bersih.

Penulis:Presmedia
Editor  :Redaksi