
PRESMEDIA.ID, Tanjungpinang- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan Berkas Perkara korupsi tersangka tunggal Den Yelta, dalam kasus pengaturan barang kena cukai Gedung PN Tanjungpinang(BKC) Rokok dan minuman beralkohol (Mikol) di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah kota Tanjungpinang.
Pelimpahan berkas perkara korupsi tersangka mantan Ketua BP.Kawasan Tanjungpinang ini, dilakukan  Jaksa KPK ke PN.Tipikor Tanjungpinang, Kamis (14/12/2023).
Humas Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Boy Syailendra, membenarkan pelimpahan berkas perkara korupsi BKC rokok dan Mikol dari KPK tersebut.
“Iya, Hari ini, barusan dilimpahkan dan diterima PN dari Jaksa KPK,” kata Boy saat dikonfirmasi PRESMEDIA.ID, Kamis (14/12/2023).
Saat ini lanjutnya, berkas perkara dugaan korupsi itu telah diregistrasi dan hakim yang akan memeriksa juga telah ditetapkan Ketua PN.Tanjungpinang.
“Untuk majelis hakim yang memeriksa perkara, Ketua PN telah menetapkan  Hakim Ricky Ferdinand sebagai ketua majelis, dan Hakim anggota Fauzi dibantu Hakim Adhoc Tipikor, Syaiful Arif,” ujarnya.
Sedangkan untuk persidang pertama, Boy mengatakan, masih menunggu penetapan dari Majelis Hakim yang memeriksa.
KPK Hanya Menetapkan Satu Tersangka Korupsi
Sebelumnya, Penyidik KPK hanya menetapkan satu tersangka yaitu Den Yelta dalam kasus dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai di kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah Kota Tanjungpinang tahun 2016-2019.
Tersangka Den Yelta adalah mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Tanjungpinang yang disangka melakukan penetapan kuota rokok dan minuman beralkohol (Mikol) melebihi kuota kebutuhan konsumsi di kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah Kota Tanjungpinang.
Akibat kelebihan kuota dengan modus perhitungan fiktif barang kena cukai rokok dan Minuman beralkohol ini, mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga ratusan Miliar dari sisi penerimaan cukai, pajak pertambahan nilai dan pajak daerah yang mencapai ratusan miliar rupiah.
Atas perbuatanya, KPK menjerat tersangka Den Yelta dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Juru Bicara KPK, Ali Fikri yang dikonfirmasi dengan pelimpahan berkas perkara tunggal tersangka Korupsi ini belum memberi tanggapan. Upaya konfirmasi yang dilakukan Media ini ke juga tidak ada jawaban.
Duduk Perkara Penetapan Tersangka Tunggal Den Yelta
SebelumnyaDen Yelta diangkat menjadi kepala BP.Kawasan Bintan wilayah Tanjungpinang berdasarkan keputusan Dewan Kawasan Bintan 23 Agustus 2013 lalu.
Selama menjabat sebagai Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Tanjungpinang, Den Yelta telah mengajukan kebutuhan rokok dan mikol untuk konsumsi perokok dan kebutuhan wisatawan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah kota Tanjungpinang dari Batam.
Kemudian  pada Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat  resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) rokok dan Mikol ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas BP.Bintan dan BP.Tanjungpinang tahun 2015 yang melebihi dari yang seharusnya.
Dari evaluasi Ditjen Bea dan Cukai itu, sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51, 9 juta batang, Sementara besaran kuota rokok yang telah diterbitkan sebesar 359, 4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 persen.
Selama tersangka Den Yelta menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota.
Atas kebijakan Den Yelta ini, KPK menyatakan telah menguntungkan sejumlah perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas rokok yang dipasok dari Batam ke Tanjungpinang.
KPK juga mengatakan, untuk pemenuhan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, tersangka sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar.
Akan tetapi, dilakukan secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi pada data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.
Selain itu, tersangka juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, juga ditemukan adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun.
Penulis:Roland
Editor :Redaktur