MAKI Desak Kejati Kepri Transparan dan Usut Tuntas Seluruh Pejabat yang Terlibat di Korupsi PNBP di BP.Batam

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Foto: Doc-Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) transparan dan mengusut seluruh pejabat yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi penghilangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di wilayah kepelabuhanan BP.Batam 2015-2021.

Hal ini dikatakan,Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyoroti adanya dugaan tebang pilih dan pembiaran pada sejumlah Pejabat BP.Batam yang terlibat dalam proses hukum terhadap kasus sehingga sejumlah pejabat BP Batam yang diduga terlibat tidak diperiksa maupun ditetapkan sebagai tersangka.

“Ke tidakterlibatan sejumlah pejabat dalam proses hukum justru memperkuat dugaan bahwa Kejati Kepri tidak serius dalam menuntaskan perkara ini,” ujar Boyamin pada PRESMEDIA.ID Kami, (26/5/2025).

Dugaan Penghilangan PNBP oleh BP Batam

Boyamin menjelaskan bahwa inti persoalan dalam kasus ini adalah hilangnya PNBP sebesar 5 persen dari nilai kontrak kerja sama antara BP Batam dan pihak swasta non-Badan Usaha Pelabuhan (non-BUP). Padahal, sesuai regulasi, hanya perusahaan berizin BUP yang berhak menjalankan operasional pelabuhan dan menyetor PNBP ke kas negara melalui Kementerian Perhubungan.

“Jika pihak swasta yang tidak memiliki izin BUP diajak kerja sama, secara otomatis mereka tidak bisa menyetor PNBP. Ini sudah menunjukkan indikasi adanya kesengajaan untuk menghilangkan pemasukan negara,” jelasnya.

Pejabat BP Batam Harus Dimintai Pertanggungjawaban

Boyamin menekankan bahwa penghilangan PNBP ini terjadi sejak awal kerja sama dan terus berlangsung hingga tahun 2021. Oleh karena itu, pejabat-pejabat BP Batam, mulai dari Kepala Pelabuhan pertama hingga pejabat selanjutnya yang ikut menandatangani kontrak kerja dengan pihak swasta, harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

“Jika pejabat awal bisa disalahkan, maka pejabat yang meneruskan kebijakan itu juga harus ikut bertanggung jawab. Tidak bisa berlindung dengan dalih hanya melanjutkan kebijakan,” tegasnya.

Kejati Kepri Diminta Periksa Direksi BP Batam

Lebih lanjut, Boyamin mendesak Kejati Kepri untuk memeriksa pejabat struktural BP Batam yang membawahi bidang kepelabuhanan. Hal ini penting mengingat dugaan pelanggaran berlangsung cukup lama dan sistematis.

“Penyidik Kejati harus mendalami apakah pejabat setingkat deputi atau direktur mengetahui praktik ini. Jika mereka tahu tapi membiarkan, bahkan memberi persetujuan, maka mereka juga layak ditetapkan sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab,” tandasnya.

MAKI berharap Kejati Kepri bersikap adil, transparan, dan profesional dalam mengusut tuntas kasus korupsi ini. Pemeriksaan tidak boleh tebang pilih, dan semua pihak yang terlibat harus diproses secara hukum sesuai bukti yang ada.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Kepri mengatakan, tidak akan mengusut peran dan keterlibatan sejumlah pejabat BP. Batam sebagai Kepala Kantor Pelabuhan yang menyetujui Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Perintah Olah Gerak (SPOG) untuk kegiatan pandu dan tunda kapal oleh PT.Pelayaran Kurnia Samudra dalam kasus dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Pelabuhan Batam selama periode 2015 hingga 2021.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Mukharom mengatakan, kendati ada fakta yang menyebutkan terlibatnya sejumlah pejabat BP.Batam dalam kasus korupsi penghilangan PNBP Batam ini, secara “turun temurun” (berkelanjutan-red), pihaknya tidak akan melanjutkan penyidikan dan cukup hanya di 5 tersangka/terdakwa saja.

“Saya tidak tahu itu (Keterlibatan sejumlah pejabat-red) karena saya tidak memeriksa, saat ini pengusutan sampai disitu (5 terdakwa-red) saja,” ujarnya saat dikonfirmasi media Kamis (19/5/2025).

Pelabuhan BP.Batam. (Sumber: Dok BUP PT.Pelabuhan Batam)
Pelabuhan BP.Batam. (Sumber: Dok BUP PT.Pelabuhan Batam)

Jaksa Diduga Hilangkan Peran Sejumlah Pejabat BP.Batam

Jaksa Penuntut Umum (JPU), diduga menghilangkan peran sejumlah pejabat tinggi Badan Pengusahaan (BP) Batam, khususnya Kepala Kantor Pelabuhan yang menyetujui Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Perintah Olah Gerak (SPOG) untuk kegiatan pandu dan tunda kapal oleh PT.Pelayaran Kurnia Samudra dalam kasus dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Pelabuhan Batam selama periode 2015 hingga 2021.

Hilangnya peran sejumlah pejabat pelabuhan BP.Batam ini, terlihat dalam dakwaan terdakwa Hari Setyo Budi pejabat Kepala Kantor Pelabuhan Kelas I Batam, serta terdakwa Heri Kafianto selaku Kepala Bidang Komersial Kantor Pelabuhan Laut Batam sekaligus Deputi Bidang Pengusahaan Sarana BP Batam, yang saat ini tengah disidangkan di PN Tipikor Tanjungpinang.

Dari data yang diperoleh media ini di dakwaan terdakwa Hari Setyo Budi dan Heri Kafianto, Jaksa tidak lagi secara jelas menyebutkan keterlibatan sejumlah pejabat BP.Batam itu yang turut menandatangani perjanjian dan SPK serta SPOG dengan PT.Pelayaran Kurnia Samudra dalam kasus PNBP 2015-2021 ini.

Padahal, nama-nama pejabat tersebut sebelumnya tercantum dengan jelas dalam dokumen perubahan perjanjian kerja sama terkait pengoperasian kapal tunda TB. Putra I antara BP Batam dan PT Pelayaran Kurnia Samudra, termasuk dalam dokumen SPK resmi di dakwaan terdakwa Syahrul selaku dirut PT.Pelayaran Kurnia Samudra dan Alan Roy Gemma selaku direktur Direktur Utama PT.Gema Samudera Sarana.

Korupsi PNBP Akibat Perjanjian Turun-Temurun Tanpa Syarat Hukum

Fakta yang terungkap di persidangan sebelumnya, Perjanjian kerjasama antara BP.Batam dengan PT.Pelayaran Kurnia Samudra telah berlangsung sejak 2013 melalui dokumen perjanjian kerjasama nomor: 45/SPJ/A1.2/04/2013, Nomor :039/PKS/ADM/IV/2013 dan Nomor: 066/PKS-PP/BTM/X/2015 dalam pengelolaan Jasa kepelabuhan di Batam.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh pejabat BP Batam, termasuk Istomo selaku Deputi Bidang Pengusahaan Sarana, dengan Direktur PT Pelayaran Kurnia Samudra, Syahrul, dan menghilangkan kewajiban membayar PNBP sebesar 5% kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tidak dicantumkan dalam kesepakatan tersebut.

PT.Pelayaran Kurnia Samudra Tidak Penuhi Syarat Hukum

Dalam fakta persidangan terdakwa Syahrul dan Alan Roy Gemma di PN Tipikor sebelumnya juga terungkap, PT.Pelayaran Kurnia Samudra melaksanakan kegiatan pemanduan dan penundaan kapal di wilayah pelabuhan BP.Batam tanpa memiliki status sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Selain itu, perusahaan ini juga tidak memiliki Surat Persetujuan Penggunaan Sarana Bantu dan Prasarana Pemanduan, serta tidak memiliki izin dari Menteri Perhubungan atau pelimpahan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Meskipun hal ini diketahui sejumlah Kepala Wilayah Kerja Pelabuhan BP.Batam kala itu, Namun tetap menyetujui pengajuan dan penerbitan SPK dan SPOG setiap tahunnya dari 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2021.

Adapun daftar Kepala Kantor Pelabuhan BP Batam yang diduga terlibat memproses dan menyetujui SPK dan SPOG untuk PT Pelayaran Kurnia Samudra selama periode 2015–2021 ini adalah:
1.Hari Setyo Budi (1 Jan 2015 – 24 Jun 2015)
2.Gajah Rooseno (25 Jun 2015 – 5 Jan 2016)
3.Julianus The (26 Jul 2016 – 1 Sep 2016)
4.Bambang Gunawan (2 Sep 2016 – 26 Jul 2017)
5.Nasrul Amri Latif (27 Jul 2017 – 31 Des 2018), kemudian sebagai Direktur BUP BP Batam (1 Jan 2019 – 8 Jan 2020)
6.Nelson Idris (9 Jan 2020 – Agustus 2021)
7.Dendi Gustian (26 Agustus 2021 – 31 Desember 2021)

Para pejabat ini diduga tetap melanjutkan kerjasama dengan PT.Pelayaran Kurnia Samudra tanpa menyesuaikan perjanjian dengan regulasi hukum dan kewajiban pembayaran PNBP kepada negara. Bahkan, hingga akhir 2021 tetap tidak ada tindakan penghentian atau revisi perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh para pejabat BP  Batam, baik dari posisi Kepala Pelabuhan, Direktur Badan Usaha Pelabuhan, General Manager, hingga manajer terkait.

Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi