
PRESMEDIA.ID,Sumatera Barat- Awal tahun 2020, iklim demokrasi di Sumatera Barat kembali terkoyak atas kriminalisasi terhadap aktivis Kebebasan Beragama dan berkeyakinan oleh Polda Sumatera Barat.
Hanya karena mengkritik adanya dugaan pelarangan ibadah Natal bagi umat Kristiani di Nagari Sikabau Kabupaten Dharmasraya, Seorang aktivis kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sudarto ditangkap atas dugaan penyebar informasi ujaran kebencian.
Penangkapan Sudarto yang juga merupakan Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) di Sumatera Barat ini, dilakukan Polda Sumatera Barat berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/77/K/XII/2019/Polsek pada tanggal 29 Desember 2019 atas nama Harry Permana.
Dalam laporan Polisi tersebut, pelapor merasa terkejut melihat postingan Sudarto yang bilang ada pelarangan ibadah natal, namun pelapor mengecek surat Walinagari mengatakan tidak ada pelarangan ibadah yang ada dilarang membawa jemaah dari luar Sikabu untuk beribadah.
Sudarto ditangkap pada 7 Januari 2020 pada pukul 13.15 WIB di Kantor Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka). Sebelum ditangkap oleh Polda Sumatera Barat, Sudarto sempat di telpon oleh salah satu orang yang tidak diketahui dan mengajak untuk bertemu di kantor Pusaka.
Setelah ditunggu di kantor Pusaka, 8 anggota Polisi Daerah Sumatera Barat mendatangi Kantor Pusaka dan langsung menangkap Sudarto dengan memperlihatkan Surat Perintah Penangkapan: SP.Kap/4/I/RES2.5/2020/Ditreskrimsus.
Dalam penangkapan tersebut, Polisi yang melakukan penangkapan sempat akan menyita komputer yang ada di Pusaka akan tetapi penyitaan tersebut ditolak oleh Sudarto karena tidak ada perintah dari pengadilan.
Penangkapan ini ditenggarai akibat kritikan terkait dugaan pelarangan ibadah natal di Nagari Sikabau Kabupaten Dharmasraya. Kasus pelarangan perayaan Natal di Nagari Sikabau atas balasan surat Pemberitahuan dari Pemerintahan Nagari Sikabau Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya.
Dalam surat tersebut, disebutkan, pemerintahan Nagari merasa keberatan/tidak memberikan izin pelaksanaan kegiatan Ibadah Natal Tahun 2019 dan Tahun Baru 2020 untuk melakukan ibadah yang bersifat terbuka dan berskala Jama�ah yang banyak agar melaksanakan dan merayakan di luar wilayah hukum Pemerintahan Nagari dan adat-istiadat wilayah Sikabau.
Dalam surat balasan tersebut, jika umat kristiani di Nagari Sikabau yang ingin melaksanakan ibadah Natal agar dilaksanakan secara individual di rumah masing-masing.
Direktur LBH Padang Wendra Rona Putra sebagai mana dalam reliesnya, mengatakan, Penangkapan terhadap Sudarto merupakan salah satu bentuk pembungkaman demokrasi di Indonesia.
Pemakaian pasal-pasal karet dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik terus dilakukan oleh negara untuk membungkam suara-suara kritis dalam menyuarakan hak-hak masyarakat yang ditindas dan dikucilkan untuk menjalankan agama yang dipercayai.
“Tentunya penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi kedepan terlebih dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan,”ujarnya.
Wendra Rona Putra selaku penasehat hukum Sudarto, dikabarkan, hingga saat ini masih mendampingi Sudarto dalam pembuatan Berita acara Pemeriksaan di Polda Sumbar.
Wendra juga mengatakan, dalam penangkapan Sudarto, juga terdapat kejanggalan, karena sebelumnya, Sudarto juga tidak pernah dipanggil oleh Polsek, Polres Dharmasraya dan Polda Sumatera Barat
“Penangkapan terjadi tiba-tiba tanpa prosedur pemanggilan terlebih dahulu telah melanggar ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mengamanatkan sebelum penangkapan mestinya dilakukan upaya paksa pemanggilan ujarnya,”sebutnya.
Oleh karena itu lanjut Wendra, pihaknya yang tergabung dalam Koalisi Pembela HAM Sumbar, mengecam tindakan Polda Sumatera Barat yang diduga melakukan kriminalisasi terhadap Sudarto pada hari ini.
“Kami mendesak Sudarto untuk dibebaskan sekarang juga. Sejatinya penjara diperuntukkan bagi orang -orang yang melanggar hak asasi orang lain diantaranya yang menghambat aktivitas peribadatan bagi umat beragama,”tegasnya.
Anggota koalisi Pembela HAM Sumbar lainya, Rifai Lubis juga menegaskan, Polda harusnya tidak memenjarakan orang-orang yang memperjuangkan hak atas beribadah orang lainnya karena tentunya setiap orang berhak memeluk, menyakini dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
Semestinya lanjut Rifai, penjara itu diperuntukkan bagi orang yang membuat hak orang lain terpenjara. Kami tahu Sudarto adalah orang memperjuangkan kebebasan beribadah orang lain bukan malah menghambatnya.
“Tindakan Polisi ini di khawatirkan semakin memberi ruang untuk terus berkembangnya intoleransi di Sumatera Barat,”Ujar Rifai.
Penulis:Redaksi/Rilis Koalisi Pembela HAM Sumbar