Temuan BPK, RSUD-RAT Defisit Hingga Nunggak Utang Rp31,39 M 2024

Gedung RSUD Raja Ahma Thabib (RAT) di Tanjungpinang Provinsi Kepri (Foto-Dok-Presmedia.id)
Gedung RSUD Raja Ahma Thabib (RAT) di Tanjungpinang Provinsi Kepri (Foto-Dok-Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID– Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan krisis keuangan serius di RSUD Raja Ahmad Tabib (RSUD-RAT) Tanjungpinang.  Rumah sakit rujukan Provinsi Kepulauan Riau ini mengalami defisit anggaran hingga menanggung hutang Rp31,39 miliar pada tahun anggaran 2024.

Besarnya utang ini terjadi karena belanja BLUD-RAT “gila-gilaan” dan dilakukan tanpa persetujuan Gubernur.

Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2024, RSUD-RAT mencatat realisasi belanja sebesar Rp132,58 miliar. Jumlah ini, lebih tinggi Rp846 juta dibanding anggaran resmi yang hanya Rp131,74 miliar.

Namun yang lebih mengejutkan, rumah sakit ini juga memiliki utang belanja Rp30,54 miliar yang belum terbayar hingga akhir tahun 2024.

Jika digabung, total beban belanja RSUD-RAT, maka akan mencapai Rp163,13 miliar atau melebihi anggaran hingga Rp31,39 miliar.

Kas Minim, Hutang Menumpuk

Menurut laporan BPK, posisi kas BLUD RSUD-RAT per 31 Desember 2024 hanya tersisa Rp222 juta. Jumlah ini jelas tidak cukup untuk menutup kewajiban utang yang mencapai puluhan miliar.

Atas kondisi ini, BPK menilai beban utang RSUD-RAT ini akan membebani keuangan daerah karena sebagian utang belanja ikut tercatat sebagai kewajiban Pemprov Kepri.

Belanja Barang dan Jasa Jadi Penyumbang Terbesar

Atas temuan BPK ini, Kabag Perencanaan BLUD RSUD-RAT menjelaskan, pengeluaran terbesar berasal dari belanja barang dan jasa, terutama untuk obat-obatan dan bahan habis pakai.

Dari total belanja barang dan jasa ditambah utang mencapai Rp137,31 miliar, lebih dari Rp59,2 miliar dialokasikan khusus untuk jasa pelayanan.

Sayangnya, pendapatan BLUD dari layanan rumah sakit ini juga belum mampu menutup biaya operasional.

Defisit Anggaran Berlanjut 2025

Sebelumnya, pada 2024, RSUD-RAT ini sebenarnya, menerima dukungan dana dari APBD Rp119,24 miliar.

Namun, dana itu tetap tidak cukup menutupi biaya operasional, sehingga rumah sakit mengalami defisit sekitar Rp16,5 miliar. Defisit ini sempat ditutup dengan saldo kas tahun 2023. Alhasil, kas yang tersisa di akhir 2024 menurun drastis menjadi hanya Rp222 juta.

Pendapatan BLUD RSUD-RAT tahun 2024 tercatat hanya Rp116,06 miliar, yang sebagian besar berasal dari jasa umum rumah sakit.

Sementara biaya operasional jauh lebih besar, yakni Rp132,58 miliar. Artinya, setiap tahun RSUD-RAT harus menutup kekurangan anggaran dengan kas lama atau utang baru, yang justru semakin memperburuk kondisi keuangan.

Piutang Tidak Bisa Menutup Hutang

Per akhir 2024, piutang RSUD-RAT hanya senilai Rp8,51 miliar setelah dikurangi penyisihan. Jumlah itu pun masih jauh dibawah utang jangka pendek yang mencapai Rp30,32 miliar.

Bahkan jika seluruh piutang berhasil ditagih di 2025, rumah sakit tetap tidak akan mampu menutup kewajiban hutangnya.

Manajemen RSUD-RAT mengakui sejak awal sudah memperkirakan terjadinya defisit. Penyebab utama adalah biaya operasional yang tinggi, mulai dari gaji pegawai, listrik, air, hingga perawatan aset.

Masalah lain adalah banyaknya aset menganggur yang tetap membutuhkan biaya perawatan, sehingga makin membebani keuangan.

Atas temuan BPK ini, RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang sedang menghadapi krisis keuangan serius. Dengan utang Rp31,39 miliar dan kas yang hanya tersisa Rp222 juta, kondisi ini berisiko besar mengganggu pelayanan kesehatan di Kepulauan Riau pada tahun-tahun berikutnya.

Dalam laporan, BPK juga mengatakan, membengkaknya utang RSUD-RAT Tanjungpinang ini, disebabkan Direktur RSUD RAT tidak pernah mengajukan permintaan persetujuan Gubernur atas pelampauan ambang batas belanja (termasuk Utang Belanja) yang menjadi beban BLUD.

Kajian terhadap upaya penyediaan layanan yang efisien dan meningkatkan produktivitas sumber pendapatan juga tidak dilakukan.

Dewas RSUD-RAT Tidak Berfungsi

Selain itu, Dewan Pengawas juga tidak berfungsi melakukan pengawasan dan pembinaan dalam rangka mendukung efisiensi dan pengelolaan keuangan BLUD yang  sehat.

Dewan Pengawas  RSUD RAT yang terdiri dari tiga orang yaitu, Kepala Dinas Kesehatan sebagai Ketua dan Kepala BKAD serta satu orang tenaga ahli sebagai anggota, tidak menyusun laporan hasil penilaian kinerja keuangan maupun kinerja non keuangan BLUD.

Dewas juga tidak pernah menerima laporan dari RSUD-RAT, demikian juga memberikan laporan hasil evaluasinya terhadap keuangan dan opeasional RSUD-RAT kepada Gubernur Kepri.

Atas permasalahan tersebut, Gubernur Kepulauan Riau menyatakan sependapat  dengan temuan BPK, dan BPK merekomendasi, agar Gubernur Kepri, memerintahkan Direktur RSUD RAT dan RSJKO EHD agar mengajukan persetujuan sebelum melaksanakan belanja (termasuk Utang Belanja) yang melampaui ambang batas.

“Melakukan koordinasi dengan Dewas dan Kepala BKAD untuk menyusun rencana penyelesaian kewajiban (Utang ) jangka pendek BLUD serta melakukan kajian efisiensi layanan dan peningkatan produktivitas sumber pendapatan BLUD.

Atas rekomendasi itu, Gubernur Kepulauan Riau menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rencana aksi.

Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi