Wakajati Kepri Ungkap Upaya Jaksa Dalam Pemulihan Aset Negara pada Kasus Korupsi di Kepri

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Wakajati Kepri) Irene Putrie memaparkan strategi Kejati Kepri dalam memulihkan aset negara atau asset recovery yang hilang akibat tindak pidana korupsi. (Foto-Penkum Kejati Kepri)
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Wakajati Kepri) Irene Putrie memaparkan strategi Kejati Kepri dalam memulihkan aset negara atau asset recovery yang hilang akibat tindak pidana korupsi. (Foto-Penkum Kejati Kepri)

PRESMEDIA.ID– Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Wakajati Kepri) Irene Putrie memaparkan strategi Kejati Kepri dalam memulihkan aset negara atau asset recovery yang hilang akibat tindak pidana korupsi.

Menurutnya, pemulihan aset bukan hanya amanah nasional, tetapi juga bagian dari komitmen internasional melalui United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

“Korupsi adalah kejahatan ekonomi luar biasa (extraordinary crime), sehingga upaya pemberantasannya tidak hanya menyentuh pelaku secara individu, tetapi juga harus mengembalikan kerugian yang dialami negara dan masyarakat,” ujar Irene dalam Dialog Pagi RRI Tanjungpinang bertajuk “Strategi Optimalisasi Asset Recovery Kejaksaan Tinggi dalam Pemberantasan Korupsi”.

Irene menjelaskan bahwa banyak kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan melibatkan penyalahgunaan uang negara, baik dalam bentuk kekayaan nyata (tangible asset) maupun tidak nyata (intangible asset). Oleh karena itu, pemulihan aset menjadi langkah penting untuk mengembalikan kerugian negara, bukan sekadar menghukum pelaku.

“Pemulihan aset ini merupakan amanah dari UNCAC dan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. Jadi, fokusnya bukan hanya pada orang, tapi juga pada harta yang dirampas dari negara,” tegasnya.

Selain kasus korupsi, konsep asset recovery juga bisa diterapkan pada tindak pidana lain seperti illegal fishing dan penambangan ilegal di wilayah laut Kepulauan Riau. “Aset negara berupa sumber daya alam juga perlu di recovery jika rusak atau disalahgunakan,” tambahnya.

Irene mencontohkan, Kejaksaan Agung kini telah membentuk Badan Pemulihan Aset secara nasional. Di tingkat provinsi, sudah ada Asisten Pemulihan Aset, dan di Kejaksaan Negeri terdapat Kepala Seksi Pemulihan Aset. Secara struktur, hal ini menjadi wujud keseriusan institusi dalam mengembalikan kekayaan negara.

“Dari sisi substansi, aturan tentang pemulihan aset sudah tersedia. Kini tinggal bagaimana membangun kultur di kalangan jaksa agar setiap penuntutan tidak hanya berorientasi pada hukuman penjara, tapi juga pengembalian kerugian negara,” jelas Irene.

Menurutnya, capaian Kejati Kepri dalam pemulihan kerugian negara hingga September 2025 sudah melampaui 100 persen dari target. Bahkan, beberapa Kejaksaan Negeri telah mencapai lebih dari 200 persen.

“Secara internasional, capaian 40 persen saja sudah dianggap baik. Tapi Indonesia menargetkan di atas 80 persen, dan Kejati Kepri justru melampaui itu,” katanya bangga.

Lebih lanjut, Irene menjelaskan bahwa penyitaan aset merupakan langkah penting dalam proses hukum. Penyitaan bisa dilakukan terhadap alat tindak pidana maupun untuk tujuan pemulihan aset. Namun, jaksa perlu membuktikan keterkaitan aset dengan pelaku, terutama jika aset disembunyikan atas nama pihak lain seperti keluarga atau orang terdekat.

“Kami bekerja sama dengan PPATK untuk menelusuri transaksi keuangan mencurigakan. Jika terbukti, rekening bisa dibekukan dan aset disita untuk negara,” ujarnya.

Dalam praktiknya, aset yang disita bisa berupa tanah, bangunan, kendaraan mewah, saham, hingga rekening bank. Setelah penuntutan selesai, jaksa akan meminta hakim untuk merampas aset tersebut demi negara.

Irene juga menjelaskan mekanisme subsidiaritas, yakni jika pelaku tidak mampu mengganti kerugian negara secara penuh, sisa nilai kerugian akan diganti dengan hukuman penjara tambahan.

Sementara itu, Direktur Pusat Advokasi Hukum & Hak Asasi Manusia (PAHAM) Kepri, Muhammad Indra Kelana, menilai aparat penegak hukum di Indonesia sudah tegas dalam memerangi korupsi. Menurutnya, perangkat dan regulasi pemulihan aset semakin kuat, terutama dengan rencana Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

“RUU ini nantinya akan memperkuat peran Kejaksaan dalam melakukan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Ini langkah maju dalam penegakan hukum,” ujar Indra.

Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi