Wamendagri Tegaskan Netralitas Kepala Desa, RT, dan RW Dalam Pilkada 2024

*Sanksi Hukum Kepala Desa dan Perangkat Desa Berpolitik dan Kampanye

Wamendagri Bima Arya Sugiarto. (Foto: Dok-Kemendagri)
Wamendagri Bima Arya Sugiarto. (Foto: Doc-Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengingatkan pentingnya netralitas kepala desa, perangkat RT, dan RW selama Pilkada serentak 2024.

Meski kepala desa bukan bagian dari aparatur sipil negara (ASN), mereka tetap diwajibkan menjaga sikap netral. Pernyataan ini disampaikan Bima dalam keterangan resmi pada Sabtu (23/11/2024).

Bima menegaskan, pelanggaran netralitas dapat berujung pada sanksi hukum, terutama jika Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan bukti adanya pelanggaran.

“Jika terbukti melanggar, kepala desa dan perangkat terkait dapat dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa hukuman terberat bagi pelanggaran netralitas adalah pemberhentian dari jabatan.

Surat Edaran untuk ASN dan Penghentian Bantuan Sosial

Untuk memastikan netralitas ASN dan perangkat desa, Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan surat edaran resmi. Dalam surat tersebut, salah satu poin penting adalah penghentian sementara bantuan sosial (bansos) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Bantuan sosial akan dihentikan sementara hingga 27 November 2024, dan distribusinya akan dilanjutkan setelah Pilkada selesai,” tambah Bima.

Larangan Rotasi dan Mutasi Pegawai

Selain itu, Wamendagri juga mengingatkan larangan melakukan rotasi, mutasi, dan promosi pegawai yang tidak sesuai aturan kepegawaian selama masa Pilkada. Segala bentuk perubahan tersebut harus mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri.

“Kita harus memastikan tidak ada pelanggaran aturan kepegawaian selama masa krusial ini,” tegasnya.

Bima Arya juga menekankan pentingnya menjaga netralitas demi menciptakan Pilkada yang adil, bersih, dan bebas dari intervensi pihak-pihak tertentu.

Larangan dan Sanksi Kepala Desa dan Perangkat Desa Berpolitik dan Kampanye

Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 29 huruf (g) menyebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

Dalam undang-undang ini, kepala desa memiliki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau pilkada.

Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal ini diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) yang menyebut, kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

UU No. 7  Tahun 2017 tentang Pemilu

Selain UU desa, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) juga menyatakan, pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa (BPD).
Pada Pasal 280 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu. Pasal 282 Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalarn negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.

Dalam pasal 70 ayat (1) huruf (c) UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang juga disebutkan bahwa dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.

Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Sanksi Hukum Kepala Desa dan Perangkat Desa Berpolitik

1.UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

2.UU No. 7 Tahun 2017 Pemilihan Umum (Pemilu)
Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

3.Dalam UU No.10 Tahun 2016 jo.UU No. 1 Tahun 2015 Pilkada
Pasal 71 ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 189, Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah beserta perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Dalam pemilihan kepala daerah, kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidana bila terbukti melakukan pelanggaran dengan melakukan keputusan seperti kegiatan-kegiatan serta program di desa dan juga melakukan perbuatan atau tindakan yang mengarah keberpihakan kepada salah satu pasangan calon atau calon kepala daerah yang terindikasi merugikan calon lain misalnya ikut serta dalam kegiatan kampanye. Demikian juga, Calon kepala daerah yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidana sebagai calon kepala daerah.

Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi