PRESMEDIA.ID– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) yang terjadi pada 2013–2020.
Keduanya adalah HK, mantan Direktur Gas Pertamina periode 2012–2014, dan YA, mantan Senior Vice President Gas Pertamina.
KPK menyebut penahanan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan dan memperkuat penegakan hukum di sektor energi nasional.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan tiga tersangka lain dalam kasus ini, termasuk GKK alias KA, Direktur Utama PT Pertamina periode 2011–2014.
“HK dan YA ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 31 Juli hingga 19 Agustus 2025. HK ditahan di Rutan Cabang Gedung C1 (Pusat Edukasi Antikorupsi), sedangkan YA ditahan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih,” ujar KPK dalam keterangan resmi.
Awal Mula Kasus Korupsi LNG Pertamina
Kasus ini berawal dari keputusan Pertamina membeli LNG impor dari Corpus Christi Liquefaction, anak perusahaan Cheniere Energy Inc (Amerika Serikat).
Pembelian dilakukan melalui kontrak pada 2013 dan 2014 yang kemudian digabung menjadi satu perjanjian pada 2015.
Kontrak jangka panjang tersebut berlaku selama 20 tahun (2019–2039) dengan nilai mencapai USD 12 miliar.
Namun, KPK menemukan bahwa HK dan YA diduga menyetujui pembelian LNG tanpa, Pedoman pengadaan yang jelas, Analisis teknis dan ekonomi yang memadai, Kontrak back-to-back di dalam negeri, Rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Dewan Komisaris Pertamina.
Kerugian Negara dan Dugaan Pemalsuan Dokumen
Keputusan tanpa kajian matang ini mengakibatkan LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik, memicu oversupply, dan menimbulkan potensi kerugian negara.
Selain itu, KPK menemukan dugaan, Pemalsuan dokumen persetujuan direksi, Kelalaian pelaporan kepada Dewan Komisaris serta penyalahgunaan perjalanan dinas ke AS untuk menandatangani kontrak LNG Sales and Purchase Agreement (SPA) Corpus Christi Train 2.
Hasil perhitungan sementara penyidik KPK menyebut kerugian negara mencapai USD 113,8 juta.
Atas perbutanya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
KPK menegaskan komitmennya menuntaskan kasus ini demi menjaga integritas pengelolaan sumber daya energi nasional.
Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi
Komentar