Bandi Dipailitkan Kakaknya Sendiri, Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Putusan PN Niaga Medan

Pengusaha Tanjungpinang Bandi dan Kuasa hukum Bandi, Jun Fi, S.H., CLA., CLI., CTA. (Foto: Istimewa)
Pengusaha Tanjungpinang Bandi dan Kuasa hukum Bandi, Jun Fi, S.H., CLA., CLI., CTA. (Foto: Istimewa)

PRESMEDIA.ID – Pengusaha asal Tanjungpinang, Bandi, dipailitkan kakak kandungnya sendiri dengan perhitungan objek hutang yang tidak jelas. Selain itu, pengusaha teh Prendjak ini juga membantah berita yang menyebut perusahaannya dipailitkan karena gagal membayar utang.

Melalui Kuasa hukumnya, Jun Fi, S.H., CLA., CLI., CTA., bersama Karmin, S.H., M.H. dan tim ,menyatakan, bahwa informasi pemberitaan itu menyesatkan dan cenderung tendensius.

Menurut Jun Fi, perkara ini bukan terkait dengan perusahaan yang dipimpin Bandi,melainkan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap pribadi Bandi, sebagaimana tertuang dalam putusan perkara PKPU No: 23/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga.Mdn pada 6 Februari 2025.

Putusan pailit ini lanjutnya, juga mengandung berbagai kejanggalan, sehingga pihaknya telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Kejanggalan Objek Hutang dan Kreditor

Salah satu kejanggalan yang diungkap oleh kuasa hukum Bandi adalah terkait objek hutang yang berasal dari satu kreditur utama, Irman, yang merupakan kakak kandung Bandi.

Ia mengatakan, terdapat tiga sertifikat milik Bandi yang dipegang oleh Irman, sebagaimana dicatat dalam Notulen Rapat No.430 tanggal 26 November 2016.

Saat itu, Irman sempat berjanji akan mengembalikan sertifikat tersebut pada 30 Juni 2018, Namun hingga kini tidak dikembalikan dan justru dijadikan jaminan hutang Bandi.

Kuasa hukum juga mempertanyakan bagaimana nilai appraisal dari tiga sertifikat tersebut bisa mencapai Rp45 miliar, jauh melebihi nilai hutang yang diklaim oleh Irman.

“Bagaimana mungkin hutang yang memiliki jaminan bisa menjadi objek PKPU?,” ujar Jun Fi melalui keterangan tertulisnya pada media di Tanjungpinang.

Selain itu, Jun Fi juga mengkritisi putusan PKPU yang menerima dua kreditor tambahan yang dinilai tidak sah.

Sebab kata Jon Fi dan Tim, Djoni dan Vincent, yang merupakan adik dari Irman dan Bandi, sebelumnya telah melakukan pembayaran sisa hutang Bandi kepada Irman melalui mekanisme kompensasi hutang. Namun, Irman menolak pengakuan ini di persidangan.

Kesepakatan Keluarga yang Tidak Selesai

Selain itu, Rapat keluarga pada 26 November 2016 yang bertujuan menyelesaikan pembagian harta bersama juga telah dilakukan.

Namun, karena saat itu kondisi orang tua mereka yang sedang sakit, pembahasan terhenti sebelum mencakup hak Bandi dan adik-adiknya.

Irman sebut tim Kuasa Hukum Bandi, kemudian mengakumulasi hutang perseroan dan hutang pribadi anggota keluarga lainnya tersebut menjadi tanggungan hutang Bandi, termasuk hutang anak Bandi saat masih bekerja di perusahaan Irman di Jakarta.

Dari perhitungan sepihak Irman ini, hutang Bandi diklaim mencapai Sin$ 2.284.531 dan Rp8.130.315.000. Padahal, Bandi telah mencicil pembayaran sebesar Sin$ 1.015.344 dan Rp3.613.473.328,-.

Menurut Jun Fi, kesepakatan awal tahun 2016 hanya membahas kewajiban Bandi terhadap Irman, tanpa membahas kewajiban Irman terhadap Bandi dan keluarganya yang lain.

Dugaan Manipulasi Kreditor dalam Proses PKPU

Kuasa hukum Bandi juga menyoroti kejanggalan dalam proses PKPU. Sebeba, hutang yang berasal dari satu kreditor, Irman, diduga dilakukan cessie kepada dua pihak lainnya agar memenuhi syarat PKPU yang mengharuskan minimal dua kreditor.

Dua kreditor baru ini mencantumkan bunga hutang hingga mencapai Rp18 miliar, tanpa penjelasan transparan mengenai metode perhitungannya dalam rupiah dan dolar Singapura.

“Kami mempertanyakan bagaimana dua kreditor utang bunga ini bisa diterima oleh Tim Pengurus PKPU dan Hakim Pengawas hingga akhirnya Bandi diputus pailit,” ujar Jun Fi.

Putusan PN Niaga Medan Tidak Mempertimbangkan Bukti

Tim Kuasa hukum Bandi juga menyebut, sejak awal sidang PKPU, pihaknya telah menghadirkan bukti dan saksi terkait verifikasi hutang dan pembayaran yang telah dilakukan.

Namun, PN Niaga Medan diduga mengabaikan bukti tersebut dan hanya mengacu pada klaim hutang yang bersumber dari rapat tahun 2016.

“PN Niaga Medan hanya menganggap hutang Bandi berasal dari dua kreditor tambahan senilai Rp17 miliar,” ungkap Jun Fi.

Dengan berbagai kejanggalan ini, kuasa hukum Bandi berharap Mahkamah Agung dapat memberikan putusan yang adil dalam proses kasasi.

“Kami akan terus memperjuangkan keadilan bagi klien kami, agar putusan yang diambil benar-benar mencerminkan fakta hukum yang ada,” tegasnya.

Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi