Cegah Demam Babi Afrika, Kementan Perketat Pengawasan ASF di Selat Malaka

Petugas Karantina saat melakukan pemeriksaan dan pengawasan Masuknya Virus ASF ke Tanjungpinang.
Petugas Karantina saat melakukan pemeriksaan dan pengawasan Masuknya Virus ASF ke Tanjungpinang.

PRESMEDIA.ID,Tanjungpinang-Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) melakukan upaya pengawasan dan pencegahan masuknya virus ASF (African Swine Fever) atau demam babi Afrika ke Indonesia.

Disini kita punya peternakan babi besar, ekspornya tahun lalu mencapai 271.000 ekor, tentunya ini menjadi ancaman serius,�kata Agus Sunanto, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Barantan saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Pengawasan dan Pencegahan Pemasukan Penyakit ASF ke Indonesia di Batam,Kamis(3/10/2019).

Pengawasan dilaksankan dengan Koordinasi guna mengantisipasi masuk dan tersebarnya ASF tersebut lewat lalulintas orang dan barang baik melalui pelabuhan resmi maupun pelabuhan yang belum diawasi terutama di wilayah Kepulauan Riau dan Selat Malaka.

“Barantan menggandeng semua unsur pemerintah pusat dan daerah bahkan otoritas karantina Singapura dan Malaysia untuk bersama mencegah meluasnya wabah penyakit ASF tersebut,”ujarnya.

ASF sendiri dari data yang diperoleh, disebabkan oleh virus DNA genus Asfivirus, familia Asfaviridae yang dapat berakibat pada kesakitan dan kematian atau mortalitas pada ternak babi hingga mencapai tingkat 100 persen.

Berdasarkan laporan dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau OIE hampir semua negara di benua Asia sudah terkena diantaranya Mongolia (Januari 2019), Vietnam (Pebruari 2019), Kamboja (Maret 2019), Hongkong (Mei 2019), Korea Utara (Mei 2019), Laos (Juni 2019), Myanmar (Agustus 2019), Philipina (Agustus 2019) dan yang terbaru adalah Timor Leste (September 2019).

Menurut Agus Sunanto, mewabahnya penyakit ASF di berbagai negara saat ini dapat berdampak pada aspek sosial dan ekonomi di Indonesia. Kematian akibat ASF akibat virus (virulensi moderate) 30-70 persen hingga 100 persen dari populasi. “Angka tersebut tentunya sangat merugikan petani atau peternak kita, juga berakibat fatal untuk nilai ekspor secara nasional,”tegasnya.

Agus menjelaskan, Barantan sendiri melakukan pengawasan lalulintas komoditas pertanian atau media pembawa dan juga makanan sisa dan sampah dari luar negeri di pelabuhan dan bandara yang sudah di tetapkan.

Untuk wilayah Kepulauan Riau sendiri ada tiga unit kerja yang melakukan pengawasan di sejumlah Pelabuhan, yaitu Karantina Batam, Karantina Tanjungpinang dan Karantina Tanjung Balai Karimun.

Wilayah kerja masing-masing Unit, ada di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Tanjung Batu, Moro, Parit Rempak, Sri Bintan Pura, Sri Payung Batu Enam, Sri Bayintan Kijang, Tanjung Uban, Pulau Bulan, Lagoi, Pelantar II, Batu Ampar, Telaga Punggur, Sekupang, Batam Centre, da. Harbour Bay, juga Bandara Raja Haji Fisabilillah, Hang Nadim serta Kantor Pos Tanjung Pinang dan Batam.

Menurutnya, penyebaran virus ASF dapat melalui daging, produk olahan daging babi yang diproses dengan pemanasan yang tidak cukup. Juga melalui sisa-sisa katering dan sisa makanan bawaan penumpang dan awak kabin dalam alat angkut transportasi internasional baik moda kapal laut ataupun pesawat udara yang diolah dan dijadikan sebagai campuran pakan (Swill feeding). Virus ASF juga dapat terbawa oleh peternak atau petugas kesehatan hewan yang terkontaminasi seperti sepatu, baju dan lain-lain.

Menurut Agus, upaya pengawasan yang dilakukan Barantan tentu harus di lakukan bersama-sama oleh semua pihak. Oleh karenanya semua komponen baik lingkup bandara dan pelabuhan, serta Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan juga turut berperan aktif. �Terutama pintu-pintu yang tidak diawasi, ini sangat beresiko,”ungkapnya.

Di tempat yang sama, Kepala Karantina Tanjungpinang Donni Muksidayan, menjelaskan jumlah pintu pemasukan yang tidak diawasi atau jalur ilegal di Kepulauan Riau, jumlahnya mencapai ratusan pelabuhan.

Meski sering dilakukan operasi bersama Patuh Karantina yang melibatkan berbagai unsur di pelabuhan, namun lokasi-lokasi tersebut tetap kerap dijadikan lokasi distribusi barang dan orang antar pulau bahkan dari luar negeri. “Pelabuhan Dompak Lama, Pelabuhan Sei jang, Pelabuhan Sei Kecil dan Pelabuhan Barek Motor,”tegasnya

Oleh karena itu Donni berharap, kerjasama dengan instansi terkait agar menertibkan aktifitas tersebut demi mencegah masuknya hama penyakit terutama dari luar negeri seperti ASF yang kini tengah mewabah.(Presmed6)