PRESMEDA,ID – Sistem e-ticketing di Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang menuai kritik dari berbagai pihak. selain tidak berfungsi, pungutan biaya layanan Rp1,500 hingga Rp2,000 pada ribuan warga pembeli tiket diduga sebagai bentuk penipuan dan Pungli pada warga di Tanjungpinang.
Pengamat Kebijakan Publik, Alfiandri, mengatakan, ketidaksesuaian antara pungutan biaya layanan dan pelayanan yang diberikan, nilainya sebagai bentuk pungutan liar (pungli) serta potensi penipuan terhadap masyarakat.
Pernyataan ini muncul menyusul keluhan warga Tanjungpinang terkait tidak berfungsinya aplikasi e-ticketing yang dikelola oleh PT Mitra Kasih Perkasa (MKP), namun tetap dilakukan pemungutan biaya layanan sebesar Rp1.500 hingga Rp2.000 per tiket.
“Kalau kita berbicara dalam perspektif pelayanan publik, maka semestinya fasilitas seperti e-ticketing disediakan untuk mempermudah, mempercepat, dan memudahkan akses masyarakat, bukan malah membebani,” ujar Alfiandri, Selasa (8/4/2025).
Alfiandri yang juga Dosen di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) menegaskan, setiap pungutan harus jelas, transparan, dan disertai manfaat yang nyata.
Jika masyarakat membayar, namun tidak mendapatkan layanan, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai penipuan.
Sistem E-Ticketing Gagal, KSOP dan Operator Disorot
Program e-ticketing di SBP Tanjungpinang, awalnya diluncurkan oleh KSOP Kelas II Tanjungpinang bekerja sama dengan Pelindo dan PT MKP sebagai penyedia aplikasi.
Atas kebijakan KSOP Tanjungpinang dan Pelindo ini, seluruh operator kapal ferry diwajibkan mengenakan biaya layanan e-ticketing pada setiap penumpang.
Namun, fakta di lapangan, ribuan warga tetap harus mengantri dan membeli tiket secara manual di loket kapal ferry di Pelabuhan SBP Tanjungpinang, karena aplikasi yang dijanjikan tidak dapat diakses maupun digunakan.
“Aplikasinya tidak jalan, tapi biaya layanan tetap dipungut. Ini bukan hanya cacat kebijakan, tapi juga melanggar asas keadilan publik,” tambah Alfiandri.
Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) mengatakan, penerapan E-Ticketing di Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang, termasuk penarikan biaya layanan sebesar Rp1.500 per tiket sangat memberatkan masyarakat.
Atas hal itu Kepala Ombudsman RI Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari menyatakan, pemungutan dana layanan yang dilakukan, perlu ditunda, sampai dipastikan kesiapan peralatan, aplikasi, dan sumber daya manusia (SDM) dari pihak penyelenggara, serta sosialisasi pada masyarakat, khususnya pengguna layanan pelabuhan.
“Sampai saat ini banyaknya keluhan masyarakat terkait penerapan E-Ticketing di pelabuhan ini, karena tidak diiringi dengan manfaat nyata pelayanan pada masyarakat hingga perlu dilakukan evaluasi.
Ombudsman juga meminta, agar Pemberlakuan E-Ticketing di Pelabuhan SBP Tanjungpinang ditunda dahulu, hingga semua aspek pendukung siap, mulai dari peralatan, aplikasi, hingga SDM dari PT.MKP sebagai penyelenggara.
Lagat juga mengatakan, pungutan biaya Rp1.500 per tiket akan berdampak signifikan jika dihitung berdasarkan jumlah penumpang harian di Pelabuhan SBP. Namun, tanpa manfaat langsung bagi masyarakat, pungutan ini hanya akan menimbulkan keberatan.
“Jika pelayanan belum memadai, seperti antrean panjang, penumpang overload, dan minimnya fasilitas, masyarakat tentu akan menolak,” tambahnya.
Atas hal itu Lagat menyatakan, penerapan sistem E-ticketing ini, memerlukan tahapan yang matang, termasuk pembahasan bersama Pelindo, KSOP, operator kapal, agen tiket, dan masyarakat. Langkah ini sebutnya, bertujuan agar implementasi berjalan lancar dan sesuai kebutuhan pengguna layanan.
Sebelumnya, sejumlah warga Tanjungpinang dan Bintan mengaku kecewa karena mereka tetap dikenakan biaya layanan meskipun tidak pernah menggunakan atau mengakses aplikasi tersebut.
Mereka meminta KSOP Tanjungpinang dan pihak terkait untuk memberikan klarifikasi serta menghentikan pungutan yang dianggap merugikan ini.
Menanggapi keluhan ini, Nicholas Anggada, CEO & Co-Founder PT Mitra Kasih Perkasa (MKP)membantah tudingan aplikasi buatannya tidak berfungsi.
“Aplikasi kami merupakan sistem e-ticketing resmi yang menjadi bagian dari digitalisasi layanan transportasi laut di Kepulauan Riau,” katanya.
Meski begitu, masyarakat masih mempertanyakan mengapa aplikasi yang diklaim resmi tersebut tidak bisa diakses, terutama saat pembelian tiket, hingga antrian panjang pembeli tiket ferry setiap hari panjang dan mengular di Pelabuhan SBP Tanjungpinang.
Penulis: Roland/Presmedia
Editor : Redaktur
Komentar