PRESMEDIA.ID– Sidangan lanjutan kasus korupsi pencairan dana deposito dan dana nasabah senilai Rp5,9 miliar di PD BPR Bestari Tanjungpinang mengungkap fakta mengejutkan.
Mantan HRD BPR Bestari, Nila Lidia Putri, membela terdakwa Alfin Yusdita, mantan direktur utama bank BPR.Bestri, tidak bersalah dan mengetahui korupsi yang dilakukan mantan terpidana Arif Frimansyah pada bank tersebut.
Namun, setelah dicecar jaksa, dengan sejumlah fakat dan data yang sebelumnya terungkap di persidangan, Mantan HRD BPR Bestari, Nila Lidia Putri ini, akhirnya menyebut terdakwa Alfin Yusdits lalai dalam tugasnya sebagai pimpinan.
Pengakuan tersebut terungkap saat jaksa menanyakan tugas dan fungsi HRD serta standar operasional prosedur (SOP) pencairan dana di lingkungan PD BPR Bestari Tanjungpinang.
“Sesuai SOP, pencairan dana oleh Arif Firmansyah seharusnya dilaporkan dan sepengetahuan direktur. Apalagi nominalnya mencapai Rp1–2 miliar. Tanpa persetujuan Dirut, dana tersebut tidak seharusnya dicairkan,” ujar Nila dalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Senin (5/5/2025).
Nila juga mengakui, bahwa proses pencairan dana yang dilakukan Arif Firmanysah yang bkerja sama dengan CS, Teller dan IT Bank, tidak sesuai dengan SOP yang berlaku.
Namun demikian, saksi ini, mengakui tidak mengetahui persetujuan pencairan dana oleh Dirut, sebagaimana fakta dan data yang disampaikan saksi-saksi sebelumnya.
Ia juga menjelaskan, kasus pembobolan dana tersebut pertama kali diketahui setelah divisi audit menemukan adanya pengurangan aset perusahaan.
Saat itu, lanjutnya terbongkarnya modus penggelapan dana nasabah yang dilakukan oleh Arif Firmansyah dengan bantuan customer service (CS), teller, dan divisi IT, diperoleh melalui devisi pengawas internal yang menyeut ada pengusangan asset.
“Setelah diketahui, Arif Firmansyah langsung diberi sanksi, dinonaktifkan sebagai PO Operasional, dan diminta membuat surat pernyataan tanggung jawab. Hal serupa juga dilakukan terhadap CS, teller, dan staf IT,” jelas Nila.
Meski begitu, dari sudut pandangnya sebagai HRD, Nila sempat menyatakan bahwa Dirut Alfin Yusdita tidak memiliki kesalahan langsung karena telah menjalankan fungsi pengawasan.
Namun pernyataan itu kemudian berubah setelah penelusuran lebih dalam oleh jaksa.
Hakim Pertanyakan Kinerja OJK di Korupsi BPR Bestari
Di sidang sebelumnya, Hakim Boy Syalindra dari Pengadilan Tipikor Tanjungpinang juga sempat mempertanyakan peran dan tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepri yang dianggap gagal mendeteksi pembobolan dana tersebut.
“Apa sebenarnya tugas dan fungsi OJK jika pembobolan dana sebesar ini bisa terjadi tanpa terdeteksi?” tanya hakim kepada perwakilan OJK yang hadir sebagai saksi.
Saksi dari OJK mengakui, bahwa dalam pengawasan sebelumnya, pihaknya menerima laporan pembukuan fiktif yang disusun oleh PO Operasional dan manajemen BPR Bestari.
Audit yang dilakukan juga tidak mendalami secara detail soal dana dan ekuitas bank.
Kurangnya pengawasan ini menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR Bestari hancur.
“Kami sebagai masyarakat hanya ingin dana kami aman. Tapi karena OJK gagal mengawasi, masyarakat jadi korban,” tegas hakim.
Sekedar mengungatkan, Rp5,9 miliar dana devosto dan tabungan nasabah di BPR Bestari Tanjungpinang berhasi dibobol Pejabat Operasional Perusahaan Daerah (PD) BPR Bestari Tanjungpinang terpidana Arif Firmansyah.
Atas perbutanya, pelaku divonis 13 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan korupsi Rp5,7 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di PD.BPR Bestari Tanjungpinang.
Hakim menyatakan, terdakwa Arif Firmansyah, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan sejumlah rekannya di PD BPR Bestari sebagaimana dakwaan Jaksa, melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999, yang telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas perbuatanya terdakwa dipidana selama 7 tahun penjara denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain hukuman badan, terdakwa juga dijatuhi hukuman tambahan atas korupsi yang dilakukan dengan pengembalian Uang Pengganti kerugian negara Rp 5,7 miliar.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan, dijatuhi hukuman tambahan pidana penjara selama 3 tahun.
Kasus TPPU Arif Firmansyah Divonis 3 Tahun
Dalam kasus TPPU atas perkara asal tindak pidana korupsi, terdakwa Arif Firmansyah juga dinyatakan terbukti melanggar pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU. Atas perbuatanya terdakwa dihukum Pidana Penjara selama 3 tahun, Denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan.
Sementara sejumlah barang bukti berupa uang yang disita Jaksa dari terdakwa Rp 242 juta, kendaraan mewah, serta barang elektronik, dirampas untuk negara sebagai pengganti kerugian.
Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi
Komentar