
PRESMEDIA.ID,Tanjungpinang- Jika sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi mengatakan, 5 tersangka dalam kasus korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna belum ditahan dan berkasnya belum dilimpah ke PN, karena sedang melakuan recoveri asset atau mengusahakan pengembalian nilai kerugian negara dari tersangka. Di Pengadilan, Kejaksan kembali berdalih,�berkas perkara korupsi tunjangan DPRD Natuna belum dilimpah, karena masih butuh tambahan saksi ahli.
“Berkasnya sudah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pertengahan Mei 2019. Namun pada 27 Mei 2019, JPU kembali, mengembalikan berkas perkara kepada penyidik, karena belum lengkap dan disertai dengan petunjuk untuk melengkapi penyidik,”ujar kuasa Hukum Kajati Kepri Sukamto dalam jawabanya pada sidang lanjutan praperadilan yang dimohonkan MAKI di PN Tanjungpinang, Rabu,(9/10/2019) kemarin.
Dalam jawabanya atas permohonan MAKI itu, Sukamto SH juga mengatakan, JPU memberikan petunjuk kepada penyidik untuk memeriksa saksi dan saksi ahli terkait detail pertanggungjawaban masing-masing tersangka. Pemeriksaan saksi ahli itu dibutuhkan untuk lebih membuat terang kasus tersebut siapa yang bertanggung jawab,”ujar Sukamto usai menghadiri sidang permohonan praperadilan MAKI di PN Tanjungpinang, Rabu,(9/10/2019).
Menanggapi hal itu, Pemohon Praperadilan Bonyamin dari MAKI mengtatakan, dalam persidangan itu, jawaban jaksa itu justeru membuka boroknya sendiri atas tidak sesuainya mekanisme penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna yang dilakukan Kejaksaan sebagai mana yang diamanahkan Peraturan Jaksa Agung itu.
Kejaksaan tinggi Kepri kata Bonyamin, diduga telah melanggar pasal 46 ayat 1 dan 2 Peraturan Jaksa Agung, Tentang masa waktu penyerahan SPDP penyerahan Berkas Pekara, Pengembalian Berkas Perkara dari Jaksa penuntut umum ke Jaksa Penyidik dengan petunjuk dan habisnya masa waktu penyidikan.
“Dari jawaban kejaksaan mengakui, sejak dilakukan penyidikan dan penetapan 5 tersangka korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna pada Mei 2017 lalu, penyidik Kejaksaan Tinggi Kepri baru melimpahkan berkas pekara korupsi 5 tersangka tersebut ke Jaksa Penuntut pada Mei 2019,”ujar Bonyamin.
Hal itu lanjut dia, dibuktikan dengan Bukti Surat yang diajukan Jaksa berupa, surat perintah penyerahan Berkas Perkara (P15) pada Mei 2019. Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana (P-16A) pada Mei 2019, Permintaan Perkembangan Hasil Penyelidikan (P-17) pada Mei 2019, Hasil Penyelidikan Belum Lengkap (P-18) pada 27 Mei 2019, Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi (P-19) pada 17 Mei 2019, Penerlitian Berkas Perkara pada 23 Mei 2019.
Dan tidak disertakan adanya pemberitahuan bahwa waktu penyidikan telah habis (P-20) sebagai mana amanah Pasal 46 ayat 1 dan 2 Peraturan Jaksa Agung tentang Tata kelola penanganan administrasi dan Teknis Penanganan Tindak Pidana khusus yang menekankan adanya limitasi waktu untuk melengkapi Berkas Perkara korupsi atas petunjuk Jaksa Penuntut Umum.
Atas fakta itu, pemohon praperadilan, Boyamin Saiman mengatakan, jawaban dan bukti yang diajukan Kejaksaan Tinggi Kepri sebagai termohon I, terindikasi melanggar Peraturan Jaksa Agung No.039 Tahun 2010 tentang Tata Kelola Administrasi Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
Karena Sesuai dengan Pasal 24 peraturan tersebut, menyatakan pemenuhan kelengkapan petunjuk oleh penyidik dibatasi selama 14 hari. Namun, faktanya kata Boyamin, sejak 5 tersangka ditetapakan dalam korupsi pada Mei 2017 lalu, hingga saat ini, ternyata penyidik belum selesai memenuhi petunjuk-penuntut Jaksa Penuntut Umum dan berkas perkara juga belum diserahkan kembali oleh penyidik kepada jaksa penuntut.
“Ternyata, dari Mei 2017 sejak Penetapan 5 tersangka dalam kasus korupsi ini, berkas perkara masih “ngendon” atau mengedap di jaksa penyidik. Lha ini gimana ceritanya, kok batas waktu 14 hari terlampaui hingga lebih dari 120 hari,”kata Boyamin dengan mimik keheranan.
Boyamin menyatakan Kajati Kepri juga melanggar Pasal 46 Peraturan Jaksa Agung, yaitu mengenai batas waku penuntut selama 120 hari untuk mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Harunys sesuai Peraturan jaksa Agung itu, Apabila penyidik tidak melengkapi petunjuk dan tidak mengembaikan berkas perkara kepada penuntut, maka Jaksa penuntut mengeluarkan P-20 mempertanyakan dan memgembalikan SPDP, serta menghapus perkara tersebut dari Register Perkara yang ditangani.
Jadi akibat melanggar Peraturan Jaksa Agung nya sendiri, Kejaksaan Tinggi Kepri sudah melampaui batas penyidikan dan penuntutan. Dan dari fakta ini, Nampaknya, Kajati juga sepertinya terbiasa melampaui batas waktu yang ditentukan atau expired dalam menangani perkara korupsi. Ini lanjut Bonyamin, berbanding terbalik dengan kenyataan kuasa hukum Kejati yang sebelumnya mempermasalahkan expired SKT MAKI.
“Makanya, jadi aparat penegak hukum itu, jangan suka mempermasalahkan expired orang lain, Sementara dirinya sendiri sebagai Penegak hukum (Kejati) juga banyak expired dan tidak taat pada SOP nya sendiri, dalam menangani perkara korupsi,”tegas Boyamin.
Diberitakan sebelumnya, kasus korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 mencapai Rp7,7 miliar. Penanganan kasus tersebut sudah dua tahun menggantung di Kejati Kepri. Kejati Kepri telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli.
Selain itu, Ketua DPRD Natuna periode 2009 � 2014 Hadi Chandra, termasuk Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016 Syamsurizon yang juga pernah menjabat sebagai Ketua tim TAPD serta Makmur selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.
Kelima orang tersebut ditetapkan jadi tersangka setelah tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) di bawah pimpinan Kajati Kepri yang saat itu dijabat Yunan Harjaka, menyebutkan telah menemukan adanya alat bukti yang cukup dalam proses pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan unsur pimpinan dan anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.(Presmed2)