Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pelaporan Tokoh Film Dokumenter Dirty Vote ke Polisi

Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pelaporan Tokoh Film Dokumenter Dirty Vote ke Polisi. (Istimewa-Koalisi Masyarakat Sipil)
Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pelaporan Tokoh Film Dokumenter Dirty Vote ke Polisi. (Istimewa-Koalisi Masyarakat Sipil)

PRESMEDIA.ID, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 12 organisasi mengecam langkah Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) yang melaporkan tiga pakar hukum tata negara pengisi film dokumenter Dirty Vote ke Mabes Polri.

Koalisi Masyarakat Sipil melalui rilisnya menilai, langkah pelaporan itu merupakan upaya untuk membungkam pihak-pihak yang mengungkap dugaan kecurangan Pemilu dan menghambat hak publik untuk mengakses informasi maupun partisipasi publik melakukan kontrol sosial atas penyelenggaraan Pemilu 2024.

Film dokumenter Dirty Vote karya sutradara Dandhy Laksono dan diisi oleh tiga ahli hukum tata negara yakni Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti tersebut diluncurkan Minggu 11 Februari 2024. Hingga 13 Februari 2024, film telah ditonton 16 juta kali di Youtube.

Selanjutnya atas tayangnya film dokumenter ini, DPP Foksi melaporkan tim dengan sangkaan film Dirty Vote dianggap melanggar ketentuan di masa tenang Pemilu.

Para pelapor juga menuding film Dirty Vote sarana sebagai black campaign atau kampanye hitam terhadap salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terhadap peluncuran film Dirty Vote yang bertepatan dengan masa tenang sebelum pemungutan suara Pemilu 2024.

Atas dukungan ini, Koalisi Masyarakat Sipil menilai, seluruh tuduhan yang disampaikan DPP Foksi adalah keliru. Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai lembaga organisasi dan LBH, Kontras, serta Lembaga lainya menilai, film dokumenter Dirty Vote diproduksi secara kolaboratif oleh Jurnalis dan organisasi masyarakat sipil di antaranya AJI, Bangsa Mahardhika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace, ICW, JATAM, Jeda untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, WALHI, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal dan YLBHI.

“Pembiayaan film ini juga berasal dari sumbangan individu dan organisasi masyarakat sipil,” sebutnya.

Narasi “kampanye hitam” yang disokong dengan penggunaan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 280 dan 287. Pasal 280 ayat (1) sampai (4) tentang larangan dalam kampanye pemilu sama sekali tidak melarang pengungkapan atau publikasi fakta-fakta pelanggaran pemilu seperti yang diungkap dalam film Dirty Vote. Narasi yang disebut Dirty Vote sebagai kampanye hitam merupakan bentuk legitimasi terhadap kritik dan fakta-fakta yang disajikan pada film tersebut,” ujarnya.

Ketiga, film dokumenter ini, tidak dibuat untuk menguntungkan atau merugikan peserta pemilu tertentu. Tetapi sebaliknya merupakan kajian kritis berdasarkan fakta-fakta yang telah dipublikasikan sebelumnya dalam berbagai karya jurnalistik, dan seluruh kandidat capres-cawapres yang berkontribusi pada bentuk-bentuk dugaan kecurangan Pemilu 2024 disebut dalam film berdurasi hampir 2 jam tersebut.

“Tudingan DPP Foksi dengan pola ini, merupakan serangan balik terhadap berbagai kritik sebelumnya kepada pemerintah dengan mendiskreditkan para pengkritik atau pengungkap fakta dengan tuduhan negatif yang tidak berdasar,” sebutnya.

Dan narasi-narasi ini, biasanya berlanjut dengan langkah hukum berupa pelaporan ke kepolisian untuk menekan para pengkritik atau setidaknya mengaburkan substansi kritik dalam percakapan publik.

Dalam konteks respons terhadap Dirty Vote, Koalisis juga menayangkan, tidak adanya bantahan yang disertasi fakta terhadap kecurangan yang diungkap dalam dokumenter tersebut dengan data yang memadai. Tapi, para pelapor justru, menuding film ini sebagai “kampanye hitam”, “pesanan calon presiden tertentu”, hingga “membuat kegaduhan pada masa tenang”.

Tudingan ini secara logika cacat karena fakta-fakta pelanggaran Pemilu harus diungkap ke publik melalui berbagai kanal sehingga bisa diproses oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Koalisi Masyarakat Sipil juga mencatat, bahwa, pada 1 November 2023, ratusan santri Foksi tergabung dalam kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024.

Foksi sendiri telah mendeklarasikan dukungannya sejak November 2023 kepada capres dan cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, seperti video-video yang diunggah DPP Foksi melalui akun Instagram @santri_indonesia_2.0.

Atas sejumlah fakta ini, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan, menolak kriminalisasi terhadap para pengkritik termasuk terhadap para pakar hukum dan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan film Dirty Vote baik dengan UU Pemilu atau ketentuan pidana lainnya.

Meminta pemerintah, aparatur negara, partai politik, para calon presiden dan wakil presiden, kontestan pemilu, serta para pendukung mereka, tidak alergi terhadap kritik yang disampaikan publik, termasuk fakta-fakta kecurangan pemilu.

Mendesak Kepolisian RI, Bawaslu, Kejaksaan RI dan lembaga lainnya, tidak mengikuti kehendak atau narasi para pelapor dan pihak lain yang anti kritik untuk mempidanakan para tokoh dan pembuat film Dirty Vote. Dan laporan Pelapor ditolak dan tidak dilanjutkan secara hukum.

Mendesak para penyelenggara pemilu dan penegak hukum, memproses fakta-fakta kecurangan Pemilu 2024, alih-alih mempidanakan pakar dan aktivis di balik film Dirty Vote.

Organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil sendiri, terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Pers, LBH Jakarta, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet), Amnesty International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Yayasan Penguatan
Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA).

Penulis: Presmedia
Editor  : Redaksi