
PRESMEDIA.ID, Tanjungpinang- Termohon praperadilan dari Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau menyatakan, Dalil daluarsa permohonan praperadilan yang diajukan tersangka korupsi Ruislag atau tukar guling lahan RRI Juliet Asri ke Pengadilan tidak masuk dalam objek permohonan praperadilan.
Atas dasar itu, permohonan praperadilan yang diajukan pemohon atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi tersebut, dikatakan termohon sangat tidak berdasar hukum dan harus ditolak Hakim Pengadilan.
Hal itu dikatakan termohon Kejaksaan Tinggi Kepri dalam kesimpulanya pada Majelis Hakim atas permohonan praperadilan tersangka Juliet Asri di PN Tipikor Tanjungpinang, Senin (19/8/2021).
Termohon yang saat itu diwakili Jaksa Firman Halawa, Dodik Hernawan dan Edy Prabudy dlam kesimpulanya menyatakan, alasan Pemohon yang menyatakan daluarsa penuntutan atas kasus Aquo sangat tidak berdasar hukum karena bukanlah merupakan objek praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang sah tidaknya Penangkapan, Penahanan, Penghentian Penyidikan atau Penghentian penuntutan.
Demikian juga ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat Penyidikan, serta sah tidaknya penetapan tersangka sah atau tidaknya penggeledahan dan sah atau tidaknya penyitaan, sebagaimana dalam Putusan MK Nomor:21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang telah memperluas objek Praperadilan yaitu
Dalil tidak masuknya Daluarsa penuntutan atas tersangka dalam kasus korupsi ini, juga diperkuat dengan keterangan saksi ahli Erdianto SH, M Hum, pakar hukum dari Universitas negeri Riau yang menyatakan, daluarsa penuntutan kasus, bukan objek praperadilan melainkan merupakan objek pemeriksaan yang diajukan pada pokok perkara,” ujar Jaksa.
Selain itu lanjut termohon, Daluarsa  menurut tempus delicti atau (Waktu kejadian Perkara) dan berlakunya masa waktu telah ditentukan Undang-Undang, sebagaimana diatur dalam pasal 78 KUHAP. Sedangkan perhitungan tenggang waktu berlakunya daluarsa penuntutan diatur dalam Pasal 79 KUHAP.
“Berbunyi pasal ini menyatakan, Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan. Kecuali dalam hal-hal, Mengenai Pemalsuan atau Perusakan mata uang, tenggang waktu mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsukan atau mata uang yang dirusak digunakan oleh si pembuat,” ujarnya.
Sedangkan mengenai kejahatan sebagaimana dalam pasal 328, 329, 330, dan 333 KUHP, tenggang waktu pada hari sesudah orang yang langsung terkena kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia.
Demikian juga mengenai pelanggaran pada Pasal 556 sampai dengan Pasal 558a KUHP, tenggang waktu dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang membuat pelanggaran-pelanggaran menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register burgerli stand harus dipindah e kantor panitera suatu pengadilan, dipindahkan ke kantor tersebut.
Penerapan berlakunya pasal 78 dan pasal 79 KUHAP lanjut Pemohon, sesuai dengan yang dikemukakan ahli dan pakar hukum UII Yogyakarta Mudzakir yang menyebut, “Dalam penerapan pasal 78 KUHAP, ada dua teori untuk menghitung daluarsa, pertama tindak pidana mudah diketahui oleh publik (Terbuka) seperti halnya kasus pembunuhan, pembakaran rumah. Sehingga kedaluwarsa hanya dihitung dari perbuatan yang terjadi saat itu”. Sedangkan penghitungan daluarsa kedua, untuk tindak pidana tersembunyi (Terselubung), maka Penghitunganya dilakukan sejak diketahui atau tindak pidana itu diungkap.
Demikian juga pendapat Jan Ramelan, yang berpendapat bahwa, Istilah “Perbuatan” dalam rumusan Pasal 79 KUHAP harus dimaknai sebagai feit (Tindak pidana delik). Sehingga, untuk dimulainya jangka waktu penghitungan daluwarsa, Seluruh unsur dari perumusan delik, harus terpenuhi atau apabila dalam delik materil, artinya bukan waktu tindakan dilakukan, Tetapi saat muncul akibat dari tindak pidana tersebut.
Pemohon dalam kesimpulanya juga menegaskan, secara khusus dalam perkara Korupsi daluwarsa penuntutan dapat mempedomani Putusan Mahkamah Agung Nomor 545 K/Pid.Sus/2013 terhadap terpidana Miranda Gultom dalam kasus korupsi deputi BI.
“Yang dalam putusan kasus ini, Majelis Hakim Dr.Artidjo Alkostar yang dalam pertimbanganya menyatakan, Bahwa Karena tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa, maka ketentuan pasal 78 ayat 1 butir ke-2 KUHP dapat dikesampingkan. Hal tersebut, berdasarkan article 29 United Nation Convention against Corruption 2003. (UNCAC 2003) yang telah diratifikasi dengan UU nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan United Nation Convention against Corruption 2003,” ujar termohon.
Sementara menanggapi keterangan ahli Pidana Prof.Dr.Maidin Gultom sebagaimana yang diajukan Pemohon, termohon menyatakan, sebelumnya juga saksi telah mengakui secara tegas, bahwa dirinya bukanlah ahli hukum perdata melainkan ahli hukum pidana.
“Maka dengan demikian keterangan yang disampaikan ahli terkait dengan aspek keperdataan mengangkut perjanjian, Levering dalam kasus Aquo, bukanlah kapasitas ahli dalam menjelaskan, sehingga pendapat yang bersangkutan haruslah ditolak karena tidak memiliki kompetensi untuk menjelaskan tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki,” ujar Jaksa.
Sebelumnya, Pengacara Pemohon Praperadilan Juliet Asril, Edward Banner Purba menyatakan, penetapan Pemohon sebagai tersangka perkara dugaan korupsi Tukar Guling Lahan (TGL) RRI tidak sah dan daluwarsa.
Kepada Hakim Tunggal PN Tipikor Tanjungpinang, Pemohon melalui Kuasa hukumnya juga mengatakan, alasan pemohon mengajukan praperadilan itu, Karena pemohon dijadikan sebagai tersangka oleh termohon dengan pasal Primair pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Subsidair pasal 3 jo pasal 18 UU RI nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU RI N0.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
“Bahwa sesuai dengan pasal 78 KUHP ayat 1 poin keempat, berbunyi tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan kecuali dalam hal-hal berikutnya, mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang waktu mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan,†ujar Edward Banner.
Atas kesimpulan termohon (Jaksa), Majelis Hakim Tunggal Tofan Husna Pattimura dibantu Panitera Pengganti Muhiyar kembali menunda persidangan pada Rabu (18/8/2021) dengan agenda putusan.
Penulis:Redaksi
Editor :OgawaÂ