PRESMEDIA.ID – Tujuh pejabat Kabupaten Bintan yang menjadi terdakwa dalam kasus gratifikasi dana kontribusi wisata mangrove, mengakui menerima aliran dana dari PT.Bintan Resort Cakrawala (PT.BRC) melalui Koperasi Wira Artha.
Koperasi PT.BRC ini, bersama operator wisata Mangrove Tour di Teluk Sebong, berperan sebagai pengelola dan pemungut dana kontribusi yang kemudian disalurkan kepada camat dan kepala desa (kades) di Bintan itu sejak tahun 2017.
Fakta ini terungkap dalam sidang lanjutan pemeriksaan tujuh terdakwa di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kamis (9/5/2025).
Terdakwa Herika Silvia (Mantan Camat Teluk Sebong)
Terdakwa Herika Silvia mengaku, menerima voucher senilai Rp25 juta dari PT.BRC melalui Manajer Community Development yang juga Sekretaris Komite Mangrove, Machsun Asfari.
Dana tersebut selanjutnya digunakan untuk perbaikan mushola kantor camat, termasuk tempat wudhu, tandon air, dan perlengkapan lainnya.
“Tidak ada sedikitpun dana itu saya gunakan untuk kepentingan pribadi. Sekitar Rp20 juta digunakan untuk memperbaiki mushola, termasuk biaya tukang,” ujarnya saat diperiksa.
Herika juga mengungkapkan, bahwa dana kontribusi dari PT.BRC mulai diberikan sejak ia menjabat tahun 2017.
Awalnya jelas Herika, PT.BRC melalui Machsun Asfari selaku manajer Community Development, melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas rencana pemberian kontribusi bagi wilayah yang dilewati rute wisata mangrove.
Dari pertemuan dengan management PT.BRC itu, hingga dilakukan pemungutan sesuai dengan item yang telah mereka (BRC) tentukan.
Sejumlah pungutan itu, terdiri dari penetapan tiket kapal, dana penggunaan Jeti, Asuransi, Retribusi, kontribusi, dan dana konservasi serta biaya administrasi.
Terdakwa Sri Heny Utami (Camat Teluk Sebong 2018–2023)
Sri Heny Utami juga membenarkan, menerima dana kontribusi senilai Rp90 juta-Rp100 juta dari PT.BRC.
Perolehan dana, diterima melalui Machsun Asfari selaku manajer Community Development PT.BRC.
Selanjutnya, dana tersebut, digunakan untuk perbaikan kantor camat,semenisasi jalan, pembangunan taman, hingga kegiatan perayaan 17 Agustus dan pembelian air kaleng untuk tokoh masyarakat saat Lebaran.
Camat Teluk Sebong Terdakwa Julpri Ardani
Mantan camat lainya, terdakwa Julpri mengaku menerima dana kontribusi mangrove melalui Machsun Asfari, yang dikumpulkan oleh Koperasi Wira Artha. Dana yang diterima, kemudian digunakan untuk pemberdayaan masyarakat.
Ia menyebut tidak membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) karena tidak ada permintaan dari pihak PT. BRC.
Mantan Kades Terdakwa Mazlan
Mantan kades terdakwa Mazlan juga menyebut, menerima dana sekitar Rp40–50 juta dari PT.BRC dan menggunakannya untuk operasional Komite Mangrove, iuran APDESI serta bantuan untuk aparat desa yang sakit.
Ia juga mengatakan tidak memiliki bukti pertanggungjawaban penggunaan dana karena PT.BRC tidak pernah memintanya.
Pj.Kades Teluk Sebong Terdakwa Herman Junaidi
Mantan Pj.Kades Teluk Sebong terdakwa Herman, mengaku menerima dana Rp75 juta dari PT.BRC melalui Machsun Asfari.
Selanjutnya dana tersebut, sebagian digunakan untuk operasional pribadi sebagai penjabat kepala desa serta sebagai bantuan sosial kepada masyarakat tidak mampu.
Mantan Kades La Anip dan Khairudin
Kedua terdakwa mantan Kades dan Lurah ii, juga menyatakan dana yang mereka terima dari PT.BRC digunakan untuk kegiatan sosial seperti pembelian sembako, gotong royong desa, dan pemberian gaji bagi tenaga kerja kebersihan lingkungan.
Jaksa Akui PT.BRC Pemberi dana Gratifikasi ke Pejabat Bintan
Kepala Seksi Pidsus Kejari Bintan, Maiman Lubis, membenarkan bahwa pemberi gratifikasi kepada 7 pejabat dan mantan pejabat di Bintan itu adalah PT.BRC.
Dana tersebut diberikan melalui Koperasi Wira Artha, sebagai pengelola dermaga (jetty) dan pemungut retribusi dari wisata mangrove di Sei Kecil, Kecamatan Teluk Sebong.
Namun, Jaksa tidak menetapkan pihak pemberi sebagai tersangka dengan alasan dana kontribusi tersebut telah ditetapkan oleh Komite Mangrove untuk kepentingan masyarakat.
Majelis Hakim: Pungli dan Gratifikasi Inisiatif PT.BRC
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang mengatakan, praktik pungutan liar dan gratifikasi wisata mangrove di kawasan Lagoi dan Teluk Sebong Bintan, merupakan hasil inisiatif PT.BRC melalui Manajer Community Development, Machsun Asfari.
“Semua fakta dan data yang terungkap di sidang ini menunjukkan, bahwa ulah Machsun menyebabkan banyak pejabat terjebak dan terseret kasus hukum ini,” ujar Hakim Boy dalam persidangan.
Hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memperdalam peran PT.BRC dan Machsun dalam kasus ini, termasuk proses pembentukan SK Komite Mangrove.
Untuk diketahui, tujuh pejabat Bintan mantan camat dan Kades serta Pj.Lurah di Bintan didakwa Jaksa, menerima dan menyalahgunakan dana kontribusi wisata mangrove yang dipungut dan disetorkan PT.BRC Lagoi.
Adapun dugaan korupsi gratifikasi yang diterima masing-masing pejabat ini dari PT.BRC, bervariasi sejak 2017 hingga 2024 yang diserahkan secara berkala kepada para terdakwa hingga total dana mencapai Rp1.039.260.000.
Atas perbuatanya, ke 7 pejabat Bintan ini dijerat dengan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dakwaan Subsider dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sidang korupsi terhadap 7 pejabat Bintan ini, akan kembali dilanjutkan pada Minggu mendatang untuk mendengar tuntutan Jaksa.
Penulis: Roland/Presmedia
Editor : Redaksi
Komentar