APBD Kepri 2024 Terutang Rp454 M Akibat Mark-Up Pendapatan

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Kepulauan Riau, menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2024 kepada DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Senin (23/6/2025). (Foto:Humas DPRD Kepri) 
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Kepulauan Riau, saat menyerahkan (LHP) LKPD-APBD Kepri  2024 kepada DPRD Kepri. (Foto:Humas DPRD Kepri)

PRESMEDIA.ID– Ibarat kata pepatah, “Nafsu Kuat, Tenaga Kurang” demikian kondisi anggaran APBD 2024 provinsi Kepri yang mengalami defisit dan beban utang Rp454 miliar karena besarnya belanja sementara pendapatan daerah minim dan tidak tercapai.

Hal ini, disebabkan shawat belanja anggaran Pemerintah dan DPRD Kepri yang sangat tinggi, sementara income pendapatan daerah minim,  pendapatan daerah di APBD juga terindikasi di Mark-up (Naikan-red) hingga mengakibatkan APBD Kepri 2024 terutang biaya belanja Rp454 Miliar.

Temuan utang belanja Rp454 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tahun 2024 ini, diungkap BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) APBD 2024.

Untuk diketahui, Pendapatan APBD dan APBD-P 2024 Kepri dianggarkan masing-masing Rp4,21 Triliun lebih dan Rp4,27 Triliun lebih.

Namun, Anggaran Pendapatan Daerah yang terealisasi adalah Rp3,95 triliun. Realisasi pendapatan Daerah pad APBD 2024 ini, tidak mencapai target dengan deviasi (Kekurangan) Rp316,741 miliar.

Deviasi pendapatan Daerah ini disebabkan, Tidak tercapainya target pendapatan dari transfer pusat ke daerah dari Rp2,25 triliun yang dialokasikan, namun yang terealisasi hanya Rp1,97 Triliun dan tidak tercapai Rp273,73 Miliar.

Demikian juga dengan Pendapatan daerah dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (HPKDD) yang ditetapkan Rp34,00 miliar, Namun yang terealisasi hanya Rp1,90 miliar atau tidak tercapai Rp32,09 miliar.

Demikian juga di sektor Pendapatan Daerah dari Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah yang sebelumnya ditargetkan Rp92,41 Miliar, Namun yang terealisasi hanya Rp52,56  Miliar atau tidak tercapai Rp39,84 miliar lebih.

Parahnya, Kekurang Pendapatan Daerah dalam APBD Kepri tahun 2024 ini, juga telah menggunakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran 2023 sebesar Rp 232,58 miliar.

Hingga pemerintah provinsi Kepri mengalami defisit Rp113,45 miliar sebagai dampak dari ketidak cukupan realisasi pendapatan daerah untuk mendanai belanja daerah.

Tidak tercapainya Pendapatan daerah dalam  APBD 2024 ini, terindikasi disebabkan mark-up target pendapatan yang tidak realistis dan tanpa dasar hukum yang jelas, hingga membebani APBD 2025.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2024, BPK menyebutkan, perencanaan dan pelaksanaan APBD Kepri 2024 tidak memperhatikan potensi pendapatan daerah maupun kemampuan keuangan pemerintah.

“Penyusunan APBD 2024 Provinsi Kepulauan Riau tidak memperhatikan kondisi riil pendapatan dan kapasitas keuangan daerah,” tulis BPK dalam laporannya.

Manajemen Kas Tidak Tertib

BPK juga menyoroti kinerja Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kepri yang dinilai tidak mampu membenahi manajemen kas.

Kondisi ini memicu gagal bayar terhadap sejumlah kegiatan belanja perangkat daerah. Akibatnya, pemerintah tidak bisa menyelesaikan kewajiban belanja pada tahun berjalan sebesar Rp454 miliar yang harus ditanggung pada tahun anggaran berikutnya.

Permasalahan di BLUD dan Properti Investasi

Selain itu, BPK menemukan adanya ketidaktertiban dalam pengelolaan anggaran BLUD RSUD Raja Ahmad Tabib dan RSJKO-IHD Tanjunguban tahun 2024. Pemerintah provinsi juga belum memiliki aturan jelas mengenai pengakuan insentif dan standar pengelolaan properti investasi daerah.

Di sektor pendapatan, pemungutan pajak alat berat serta pajak air permukaan belum berjalan maksimal. Pemerintah dianggap belum optimal dalam mempersiapkan instrumen pemungutan sehingga berpotensi mengurangi penerimaan daerah.

Belanja Pegawai dan Barang Jasa Bermasalah

BPK juga mencatat realisasi belanja pegawai tidak sesuai ketentuan. Bahkan ditemukan adanya pembayaran APBD yang tidak masuk prioritas serta tidak sesuai jadwal kegiatan.

Temuan lain juga mengungkap adanya kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi, hingga kelebihan pembayaran pada belanja barang dan jasa di 4 perangkat daerah. Belanja perjalanan dinas pada 30 OPD serta Sekretariat Daerah Provinsi Kepri pun tidak sesuai aturan.

Di sektor pembangunan, terdapat kekurangan volume, keterlambatan pekerjaan, hingga kerusakan hasil proyek yang belum diperbaiki. Hal ini ditemukan pada 5 OPD dan 4 paket pekerjaan hibah konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (DPUPP) Kepri.

Tak hanya itu, BPK juga menyoroti sisa dana bantuan keuangan khusus yang belum dikembalikan ke kas umum daerah serta lemahnya penatausahaan aset dan persediaan milik pemerintah provinsi.

Atas temuan ini, BPK merekomendasikan, agar Gubernur Kepri memerintahkan pada Sekda Kepri selaku Ketua TAPD APBD 2024, menyusun rencana penyelesaian Kewajiban Utang APBD 2024 di APBD 2025 melalui kebijakan rasionalisasi belanja melalui penyesuaian Pelaksanaan kegiatan di DPA dengan ketersediaan dana.

“Menyusun SOP terkait tata cara evaluasi atas kelengkapan kewajiban data pendukung perhitungan usulan target pendapatan daerah dari OPD Pengusul.

BPK juga memerintahkan, agar Gubernur Kepri memerintahkan BKAD Kepri, Untuk menyusun SOP atau ketentuan teknis secara rinci pelaksanaan manajemen kas di BUD terkait penetapan Saldo kas minimal, Perencanaan Kas, dan penentuan strategi  manajemen Kas dalam mengatasi kekurangan maupun kelebihan Kas.

Dan atas rekomendasi ini, Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyatakan, sepakat dengan temuan dan rekomendasi BPK dan akan menindak lanjuti.

Penulis:Pesmedia
Editor :Redaksi