Jampidum Batalkan Penghentian Penuntutan Satu Kasus di Bima, 13 Kasus Lainya Disetujui Dihentikan

Gedung Kantor Jaksa Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI (Foto:Humas-Kejagug)
Gedung Kantor Jaksa Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI (Foto:Humas-Kejagug)

PRESMEDIA.ID, Tanjungpinang- Kejaksaan Agung RI, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) tidak mengabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, satu kasus penganiayaan di Kejaksaan Bima.

Sementara 13 kasus pidana umum lainya disetujui permohonan pengehentian penuntutannya melalui Restorative Justice.

Kepala Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, mengatakan berkas perkara kasus penganiayaan atas nama Tersangka Dahlia dari Kejaksaan Negeri Bima itu, tidak dikabulkan Jampidum penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Alasanya, perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan tersangka yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” ujarnya melalui rilis resmi Kejagung Rabu (8/3/2023).

Sementra 13 perkara Pidana umum lainya lanjut Ketut Sumedana, telah disetujui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) untuk dihentikan berdasarkan keadilan Restoratif.

Ke 13 perkara pidana umum yang dihentikan penuntutannya itu antara lain:

  1. Berkas Perkara Tersangka Octavianus Pudi dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  2. Pekara Tersangka Rindi Oktaviandi da Costa dari Kejaksaan Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  3. Tersangka Rezaldi dari Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  4. Tersangka Talib Abdullh alias Ipi dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  5. Tersangka Nur Fahmi Ahmad alias Apin dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  6. Tersangka Irwansyah bin Razali dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  7. Tersangka Astuti binti (alm) Suhatman dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  8. Tersangka Agung Saputra dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  9. Tersangka Alfitriyanto alias Aei dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  10. Tersangka Musrim alias Mus dari Kejaksaan Negeri Bombana yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  11. Tersangka Jaya Muna dari Kejaksaan Negeri Muna yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  12. Tersangka Chelmiwati dari Kejaksaan negeri Lombok Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  13. Tersangka Guntur Irawan dari Kejaksaan Negeri Berau yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Kedua Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Adapun alasan penghentian penuntutan lanjut Ketut, dilakukan berdasarkan keadilan restoratif dengan pertimbangan telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dan korban, dan permintaan maaf pelaku telah diterima korban.

“Tersangka belum pernah dihukum, Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, dan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun,” sebutnya.

Penuntutan ini dihentikan, juga dengan pertimbangaan, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, kemudian proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban juga setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, selain itu juga dipertimbabangkan secara sosiologi dan penghentian penuntutan kasus ini, disebut Jaksa juga direspon masyarakat secara positif.

Atas disetujuinya penghentian 13 perkara pidana melalui RJ ini kata Ketut Sumedana, JAM-Pidum Kejaksaan Agung memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri, untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Penghentiaan ini sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAMPidum Nomor:01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkasnya.

Penulis: Presmedia
Editor  : Redaksi

Komentar