PRESMEDIA.ID – Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai) menyampaikan kecaman atas tindakan sewenang-wenang Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang meminta platform X (dulu Twitter) menurunkan konten bertema sejarah.
Permintaan ini menarget dua akun populer, yakni @neohistoria_id dan @perupadata, yang memuat unggahan edukatif tentang tragedi Mei 1998.
Pada 18 Juni 2025, akun @neohistoria_id menerima email dari platform X yang menginformasikan bahwa Komdigi mengajukan permohonan penghapusan konten terkait cuitan tanggal 17 Juni 2025.
Cuitan tersebut menyebut pernyataan kontroversial mantan Panglima ABRI, Wiranto, yang membantah adanya pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998.
Cuitan itu berbunyi: “Ave Neohistorian! Jauh sebelum Fadli Zon, Wiranto yang sebelumnya menjabat sebagai Panglima ABRI, pernah mengutarakan nada serupa bahwa peristiwa kerusuhan Mei 1998 tidak pernah terjadi [SEBUAH UTAS]”. Disertai dengan foto Wiranto dan narasi “WIRANTO: TIDAK ADA PEMERKOSAAN MASSAL PADA MEI 1998”.
Akun @perupadata juga menerima notifikasi serupa terkait cuitan pada 15 Juni 2025 yang menyatakan: “Menteri Kebudayaan sedang menulis ulang sejarah, tapi mengabaikan fakta bahwa kerusuhan 1998 diwarnai catatan kelam pemerkosaan massal. Padahal data menunjukkan ada 152 korban kekerasan seksual, 20 diantaranya meninggal.”
Koalisi Damai Soroti Kurangnya Transparansi Permintaan Takedown
Dalam email yang diterima, tidak dijelaskan secara rinci bagian mana konten yang dianggap melanggar hukum maupun dasar hukum yang digunakan. Koalisi Damai menilai hal ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan kurangnya akuntabilitas pemerintah dalam mengelola ruang digital.
“Praktik seperti ini membahayakan kebebasan berekspresi dan membuka ruang pembungkaman terhadap kritik yang sah,” tulis Koalisi Damai dalam pernyataan tertulis.
Pola Serupa Terjadi di Isu: Nikel Raja Ampat hingga Perdagangan Indonesia-AS
Koalisi juga mencatat pola permintaan penghapusan konten serupa pada akun-akun lainnya: seperti di akun @ZakkiAmali: terkait tambang nikel di Raja Ampat, kemudian akun @MF_Rais: membahas negosiasi perdagangan Indonesia-AS.
Menurut laporan SAFEnet, pola intervensi ini kerap terjadi terhadap konten kritis sejak Pemilu 2024 hingga isu-isu lingkungan dan hak asasi manusia.
Tuntutan Koalisi Damai Kepada Pemerintah dan DPR
Koalisi Damai, yang terdiri dari 16 organisasi masyarakat sipil dan individu, menyerukan, agar Menkomdigi Meutya Hafid untuk menghentikan praktik moderasi konten secara sewenang-wenang dan menjunjung mandat konstitusional dalam melindungi kebebasan berekspresi.
“Jika konten yang dipermasalahkan termasuk konten jurnalistik, penyelesaiannya harus melalui mekanisme Dewan Pers, bukan melalui intervensi terhadap platform digital,” ujarnya.
Platform media sosial seperti X juga diminta menolak permintaan penghapusan konten dari pemerintah apabila tidak disertai alasan yang transparan, proporsional, dan sesuai standar Hak Asasi Manusia internasional.
Selain itu Koalisi Damai juga meminta, agar Komisi I DPR RI mengevaluasi secara menyeluruh kewenangan Komdigi dalam mengatur konten digital serta praktik moderasi konten yang tidak akuntabel.
Untuk diketahui, Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai) terdiri atas 16 organisasi masyarakat sipil dan individu yang memiliki tujuan untuk terlibat dengan platform media sosial untuk memberi saran kepada mereka tentang kebijakan dan praktik moderasi konten, penilaian risiko, dan protokol untuk disinformasi terkait Pemilu dan ujaran kebencian, berdasarkan keahlian dan pemahaman yang kuat tentang kompleksitas sosial budaya.
Sejumlah anggota koalisis ini terdiri dari AJI Indonesia, AMSI, CfDS UGM, CSIS Indonesia, ECPAT Indonesia, ELSAM, ICT Watch, Jaringan Gusdurian, LP3ES, Mafindo, SAFEnet, Yayasan Tifa, Perludem, PR2Media, Remotivi dan Wikipedia Indonesia.
Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi
Komentar