Komisi Yudisial Dalami Dugaan Pelanggaran Etik Hakim dalam Kasus Tom Lembung

Gedung Komisi Yudisial. (Foto: Dok KY)
Gedung Komisi Yudisial. (Foto: Dok KY)

PRESMEDIA.ID– Komisi Yudisial (KY) menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh majelis hakim yang menangani perkara korupsi mantan Menteri Perdagangan, Tom Trikasih Lembung alias Tom Lembung.

Laporan tersebut diajukan langsung oleh tim kuasa hukum Tom Lembung, yang sebelumnya divonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp750 juta, sebelum akhirnya memperoleh abolisi dari Presiden.

Juru Bicara sekaligus Anggota KY, Mukti Fajar Nur Dewata, membenarkan bahwa laporan telah masuk dan saat ini tengah memasuki tahap verifikasi dan analisis awal.

“Laporannya sudah kami terima di KY dan akan segera ditindaklanjuti melalui mekanisme verifikasi serta analisis awal,” ujar Mukti dalam pernyataan resminya.

Menurut Mukti, Komisi Yudisial telah memantau jalannya persidangan kasus Tom Lembung sejak awal karena besarnya perhatian publik terhadap perkara tersebut.

KY, katanya, memiliki mandat konstitusional untuk menjaga integritas dan etika profesi hakim, terutama dalam perkara yang menyangkut dimensi politik dan kekuasaan.

“Ini bukan soal vonis bersalah atau bebas. Tapi tentang bagaimana hakim menjalankan proses persidangan secara etis dan profesional,” tegasnya.

Abolisi Tak Hapus Tanggung Jawab Etik

Meski abolisi secara hukum menghapus sanksi pidana yang dijatuhkan, Komisi Yudisial menekankan bahwa pengawasan etik terhadap hakim tetap berlaku. Dalam konteks ini, integritas dan perilaku majelis hakim adalah bagian terpisah dari aspek hukum pidana.

“Kami tidak mencampuri keputusan hukum. Tapi jika ditemukan indikasi pelanggaran etik atau pedoman perilaku hakim, KY akan mengambil langkah tegas,” jelas Mukti.

Saat ini, KY masih menunggu kelengkapan berkas dan dokumen pendukung dari pihak kuasa hukum Tom Lembung sebelum memasuki tahap pemeriksaan substantif.

Kasus Pertama Abolisi Berujung Pengawasan Etik di 2025

Laporan ini tercatat sebagai kasus pertama di tahun 2025 yang mengaitkan pemberian abolisi presiden terhadap terpidana korupsi dengan pengawasan etik terhadap hakim.

Fenomena ini dinilai sebagai penanda semakin tingginya perhatian masyarakat terhadap akuntabilitas di dua ranah kekuasaan, yakni eksekutif dan yudikatif.

Dalam situasi ini, kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan menjadi krusial di tengah semangat reformasi hukum yang sedang diuji.

“KY akan tetap netral dan menjunjung tinggi prinsip imparsialitas. Kami bekerja berdasarkan hukum dan etik, bukan tekanan politik,” tutup Mukti Fajar.

Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi