Presiden Prabowo Perintahkan Tindak Tegas Pengoplos Beras, Namun Penindakan di Kepri Masih Nihil

 

Petugas Bulog saat menunjukan stok beras SPHP di Gudang Bulog Tanjungpinang. (Foto: Roland/Presmedia.id)
Petugas Bulog saat menunjukan stok beras SPHP di Gudang Bulog Tanjungpinang. (Foto: Roland/Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID – Presiden Prabowo Subianto dengan tegas menginstruksikan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memberantas praktik pengoplosan beras yang merugikan masyarakat. Namun, hingga kini, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) belum menunjukkan langkah konkret terkait instruksi tersebut.

Arahan ini disampaikan Presiden saat meresmikan Kawasan Daulat Pangan Mandiri (KDMP) di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah, pada Senin (21/7/2025).

“Kekuatan utama negara ada pada keberanian menegakkan Pasal 33 UUD 1945,” tegas Presiden Prabowo dalam pidatonya.

Kepri Belum Lakukan Penindakan Meski Beras Oplosan Beredar

Meski instruksi penindakan telah diumumkan secara nasional, hingga kini tidak ada satupun pelaku pengoplosan beras di Kepri yang ditindak oleh aparat penegak hukum.

Padahal, berdasarkan pantauan pasar, beras oplosan masih banyak beredar, dengan kualitas yang tidak sesuai label dan kemasan yang telah diganti (repacking).

Beras Oplosan Tanjungpinang Diduga Berasal dari Batam

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Perikanan dan Kehutanan (DP3K) Kota Tanjungpinang, Robert Lukman, mengungkapkan bahwa sebagian besar beras diduga oplosan di wilayah Tanjungpinang berasal dari Kota Batam.

Menurutnya, praktik oplosan yang ditemukan berupa penggantian kemasan beras medium menjadi beras premium.

“Dugaan beras oplosan itu sebenarnya lebih kepada kemasan ulang. Beras medium dikemas ulang menjadi seolah-olah beras premium, dan kebanyakan berasal dari Batam,” jelas Robert, Rabu (17/7/2025).

Robert menyebutkan, saat ini ada belasan distributor beras yang beroperasi di Tanjungpinang. Namun, ia tidak bersedia mengungkap identitas distributor yang diduga melakukan pengemasan ulang tersebut.

Sikap ini menimbulkan pertanyaan publik terhadap komitmen pemerintah daerah dalam menindaklanjuti instruksi Presiden Prabowo untuk menegakkan keadilan pangan.

Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, langkah penindakan ini bertujuan untuk melindungi konsumen dan petani dari praktik perdagangan beras yang merugikan.

Arief mengungkapkan bahwa temuan investigasi dari Kementerian Pertanian menjadi dasar untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaku usaha nakal yang memanipulasi kualitas dan berat beras.

“Kita punya Presiden yang sangat tegas. Jika masyarakat dirugikan oleh beras yang tidak sesuai spesifikasi, maka penindakan harus segera dilakukan,” ujar Arief dalam konferensi pers, Kamis (24/7/2025).

Modus Curang Beras: Label Tak Sesuai hingga Penyalahgunaan Beras SPHP

Arief menyebut beberapa modus kecurangan yang ditemukan, seperti, Beras premium diisi beras medium, berat kemasan, Pencampuran beras subsidi SPHP untuk dijual sebagai beras komersial.

Praktik ini menurutnya adalah bentuk penipuan dan pelanggaran serius terhadap aturan distribusi pangan nasional.

Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No. 2 Tahun 2023, beras premium wajib memenuhi standar mutu, Butir patah maksimal 15%, Butir menir maksimal 0,5%, Butir rusak tidak lebih dari 1%.

Selain itu, label kemasan juga wajib mencantumkan informasi:
-Jenis dan klasifikasi beras
-Berat bersih
-Asal-usul
-Harga Eceran Tertinggi (HET), bila disyaratkan

“Jika isi tidak sesuai label, itu pelanggaran. Penggilingan padi, distributor, dan pengecer harus melakukan koreksi diri,” tegas Arief.

Distribusi beras subsidi SPHP telah diatur dalam Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Perum Bulog. Setiap outlet penyalur wajib diverifikasi untuk memastikan beras benar-benar sampai ke masyarakat yang berhak.

Pengawasan dilakukan bersama Dinas pangan daerah, Satgas Pangan Polri, Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan.

Selain itu, kalibrasi timbangan akan dilakukan secara berkala agar tidak terjadi penyimpangan berat kemasan.

“Pemerintah serius mewujudkan keadilan pangan. Konsumen dan petani harus dilindungi dari kecurangan,” pungkas Arief.

Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi