
PRESMEDIA.ID, Bintan – Perusahaan tambang pasir PT. Gunung Mario Legalio (GML) menumpuk limbah lumpur Kaolin tambang pasirnya di Kelurahan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan.
Bahkan Limbah lumpur Kaoli bekas pencucian pasir itu, hingga saat ini semakin menumpuk di kawasan lokasi pertambangan nya. Hal itu terungkap dari peninjauan anggota Komisi II DPRD Bintan di lokasi pertambangan pasir darat milik PT. GML.
Peninjauan yang dilakukan DPRD sendiri, adalah menindaklanjuti laporan masyarakat atas limbah Kaoli PT. GML serta dugaan manipulasi pajak galian golongan C sebagaimana yang dilaporkan masyarakat.
Anggota Komisi II DPRD Bintan, Suhardi, mengatakan pihaknya turun ke lokasi untuk melihat secara langsung kondisi tambang pasir dan potensi PAD dari sektor galian golongan C di Bintan itu.
Dari hasil temuan lanjutnya, terdapat limbah lumpur Kaolin bekas pencucian tambang Pasir yang jumlahnya banyak dan menumpuk, serta belum ditangani pihak perusahaan.
“Limbah Kaolin ini, merupakan bekas pencucian pasir darat yang dilakukan 2 hingga 3 kali sebelum dijual ke pasaran. Sehingga lumpur kaolin ini banyak jumlahnya,†ujarnya Selasa (1/3/2022) sore.
Dari pengakuan pihak perusahaan lanjut Suhardi, mereka sedang mengupayakan pemanfaatan limbah lumpur kaolin itu untuk bahan pembuatan batu bata. Hanya saja hingga saat ini rencana tersebut belum terealisasi.
“Perusahaan mengaku izin perusahaan pembuatan Batu bata untuk pemanfaatan Limbah lumpur Kaolin itu, dari Pemerintah Kabupaten bintan dan Provinsi Kepri belum keluar,” katanya.
Sedangkan mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tambang galian golongan C, Pengelola mengaku pada 2021 perusahaan tambang pemilik Izin itu telah menyetorkan Rp 700 juta an.
“PAD nya dibayar setiap bulan, tapi bervariasi, totalnya sekitar Rp 700 juta pada tahun lalu,†katanya.
Potensi PAD ini sebut Suhari, sebenarnya bisa bertambah. Namun ada pengaruh terhadap tambang pasir ilegal yang kian marak. Jika tambang pasir ilegal ditutup, PAD yang disetorkan PT. GML ini akan dapat mencapai Rp 1 miliar per tahun,”
Pengecekan di lapangan lanjutnya, juga dilakukan untuk memantau potensi pajak daerah benar-benar dihitung oleh pengelola tambang. Tujuannya, agar jangan sampai ada markdown terhadap potensi pajak tambang tersebut.
“Ya jangan pajak dikurang-kurangi, misalnya seharusnya 10 dibayar 5. Awalnya ada indikasi ke arah itu (mark down), tapi akan kita awasi sama-sama agar potensi pajaknya maksimal,†sebutnya.
Anggota Komisi II DPRD Bintan lainnya M.Toha, juga mengatakan indikasi pengurangan pajak tambang galian C dari perusahaan tambang Pasir di Tembeling itu, juga menjadi dasar pihaknya turun ke lokasi.
Indikasinya, hasil pajak yang disetorkan PT. GML ke daerah tidak sesuai dengan jumlah produksi hasil tambang yang dikeluarkan perusahaan.
“Maka kita lakukan kroscek ke lapangan untuk mencari tahu kebenarannya. Karena ada laporan, makanya kita lakukan sidak, berdasarkan keterangan manajemen perusahaan PT.GML dalam setahun kontribusi yang disetorkan ke daerah sebesar Rp. 700 juta rupiah,” katanya.
Untuk meningkatkan PAD dari hasil tambang M.Toha berharap, pemerintah dan stakeholder lainnya agar memaksimalkan potensi pajak daerah yang bersumber dari hasil tambang pasir lainnya yang sudah mendapatkan izin resmi.
“Kalau PAD kita mau tinggi berikan izin kepada perusahaan lain untuk mendapatkan keleluasaan menggarap hasil bumi, tentunya dengan izin resmi, lokasi tambang yang telah ditentukan supaya dikemudian hari tidak terbentur dengan hukum,” ucapnya.
Penulis : Hasura
Editor : Redaksi