
PRESMEDIA.ID, Jakarta – Komisi IX DPR RI menyoroti banyaknya pekerja migran Indonesia (PMI) yang memilih berangkat ke negara jiran Malaysia dengan cara ilegal dari Kota Tanjungpinang dan Batam provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nihayatul Wafiroh mengatakan, pihaknya masih mendapati adanya PMI yang lebih memilih menyeberang dengan cara non prosedural dari pada prosedural.
Lokasi penyeberangan PMI Ilegal itu, dikatakan Nihayatul, berangkat dari l Kota Tanjungpinang dan Batam sebagai salah satu tempat yang sangat strategis bagi PMI untuk berangkat secara legal maupun ilegal ke negara tetangga, seperti ke Malaysia dan Singapura.
“Untuk Tanjungpinang kita fokus pada PMI. Jadi, kita fokusnya adalah bagaimana respon terhadap non prosedural, karena non prosedural ini masih banyak sekali yang tidak terdeteksi,” kata Nihayatul di Kantor Wali Kota Tanjungpinang, seperti dikutip dari laman dpr.go.id, Rabu (1/2/2023).
Komisi IX juga mempertanyakan, apakah proses PMI yang ingin menyeberang dengan cara prosedural sangat sulit, hingga para PMI lebih memilih menggunakan cara non prosedural.
Ninik, sapaan akrab Wakil Ketua Komisi IX itu mengatakan, pihak imigrasi harusnya lebih memperhatikan, siapa saja orang yang sering berkunjung ke kantor imigrasi membuat paspor dan kelengkapan berkas lainnya untuk keperluan menyebrang dengan identitas yang berbeda.
“Kita tahu bahwa seringkali kasus kapal terbalik dan sebagainya. Nah, ini peran negara seperti apa kalau kita melihat orang-orang itu lebih memilih menjadi non prosedural daripada prosedural,” ungkapnya.
“Apakah prosedur kita ini kurang bagus atau terlalu ribet? Tadi Bu Wali Kota juga menyampaikan, kita perlu memperketat di urusan imigrasi, karena sebenarnya di imigrasi, kan, kelihatan orangnya tidak terlalu banyak. Jadi, harusnya kelihatan, tahu siapa orang-orang yang bolak-balik membuat paspor baru dengan nama baru dan sebagainya,” tambahnya.
Legislator daerah pemilihan Jawa Timur III itu menegaskan ada kelompok yang bermain dalam memfasilitasi PMI yang menggunakan jasa non prosedural ini, mulai dari mencarikan pekerjaan di negara tetangga, menampung, menyeberang, sampai berkas juga difasilitasi.
“Mafia itu, kan, memang kita tidak bisa menutup mata. Berarti kalau ada permintaan orang yang melakukan non prosedural tinggi, di situ ada orang yang memfasilitasi melakukan itu,” katanya.
Menurut Ninik, berarti ada kelompok yang menjadi mafia mencari pekejaan, menampung hingga memfasilitasi penyeberangan para PMI tersebut.
“Harus ada yang kita tindak di mafianya ini. Kita tidak bisa menduga, tapi paling tidak, kita harus memperkuat bagaimana prosedurnya itu harus dipermudah, tapi bukan berarti melonggarkan,†tegasnya.
Terakhir, Komisi IX DPR akan terus melakukuan evaluasi dan pengawasan dengan BP2MI mulai dari pembiayan hingga G to G, agar PMI dapat bekerja di negara tetangga dengan prosedural dan juga terlindungi haknya sebagai warga negara.
“Kita selalu melakukan evaluasi dengan BP2MI mulai dari soal pembiayaan yang berat, pendataannya, tesnya, dan G to G. Soal informasi kadang-kadang mereka itu bukan tidak mau melakukan yang non prosedural, tapi karena mereka tidak mendapatkan informasi yang jelas,” pungkasnya.
Penulis: Presmedia
Editor: Redaktur