Aspekri Beberkan Derita Nelayan di Kepri Atas Sejumlah Aturan KKP

FGD Lembaga Pengelola Perikanan WPPNRI 771 Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan dan didukung USED Bersama Kelola Perikanan (USED Ber-IKAN) di Hoel Baloi Batam, Selasa (5-7/11/2023).
FGD Lembaga Pengelola Perikanan WPPNRI 711 Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan dan didukung USAID Bersama Kelola Perikanan (USAID Ber-IKAN) di Hoel Baloi Batam, Selasa (5-7/11/2023).

PRESMEDIA.ID, Batam – Asosiasi Perikanan Berkelanjutan Kepri (Aspekri) membeberkan sejumlah kesulitan dan derita yang dialami nelayan perikanan di Kepri atas sejumlah aturan yang diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Sejumlah permasalahan yang dihadapi nelayan Kepri itu, diungkapkan Pengurus Aspekri Selly Junita dalam Focus Group Discussion (FGD) Lembaga Pengelola Perikanan WPPNRI 711 yang dilaksanakan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan dan didukung oleh USAID Bersama Kelola Perikanan (USAID Ber-IKAN) program kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika,  di Hotel Baloi Batam, Selasa (5-7/11/2023).

Selly mengatakan, sejumlah permasalahan yang menjadi konsen dan keluhan nelayan anggota Aspekri di Kepri itu, menyangkut penertiban alat tangkap cantrang dan pukat trawl di kawasan penangkapan ikan WPPNRI 711 meliputi wilayah perairan Selat Karimata, Laut Natuna, Bintan, Karimun, dan Anambas.

“Di Kepri sendiri, akibat minim dan tidak adanya penertiban Alat Tangkap Perikanan (API) ilegal seperti cantrang dan pukat trawl ini, mengakibatkan sejumlah nelayan tradisional pemilik alat tangkap legal seperti bubu dan jaring menjadi korban, karena alat tangkapnya disapu (Dirusak) pelaku alat tangkap cantrang dan pukat trawl ini di tengah laut,” kata Selly.

Dan atas hal ini, nelayan melalui wadah Aspekri, meminta pemangku kepentingan, bagaimana pengawasan dan penertiban yang dilakukan terhadap nelayan yang menggunakan API Ilegal, Cantrang dan Pukat Trawl ini di laut.

“Secara mekanisme aturan yang ditetapkan, kami dari ASPEKRI sudah mengikuti penerapan alat tangkap dan lokasi penangkapan yang ramah lingkungan di wilayah WPPNRI-711. Namun disisi lain, sejumlah nelayan tradisional ini menjadi korban dari pelaku penangkapan ikan yang menggunakan cantrang dan pukat trawl. Akibatnya, kami dua kali rugi, baik dari sisi biaya operasional serta biaya alat tangkap yang rusak,” ujar Selly.

Selain itu, Pengurus Aspekri ini juga menyoroti biaya kenaikan PNBP yang diterapkan KKP terhadap Kapal 5-60 GT sebesar 5 persen, dan kapal -60GT sebesar 10 persen.

Menurutnya, hal ini sangat memberatkan nelayan apa lagi penerapanya tidak melihat hasil tangkap atau produksi.

Harusnya kata Selly, pemerintah dapat lebih menyeimbangkan antara produksi hasil tangkap nelayan dengan besaran PNBP Kapal 5-60 GT menjadi 2.5 persen, dan kapal -60GT menjadi 5 persen, sehingga nelayan lebih bersemangat dan taat untuk melakukan pembayaran.

Demikian juga dengan kewajiban bagi kapal nelayan memasang Vessel Monitoring System (VMS), Hal ini juga sangat memberatkan, karena satu alat VMC ini harganya sangat mahal sehingga membebani nelayan.

“Kami meminta agar pemerintah melalui KKP, memberi toleransi atau diskresi pada nelayan hingga 31 Desember 2023, Dan jika memang memungkinkan pemerintah memberi subsidi pada nelayan untuk pengadaan VMS ini bagi nelayan. Atau untuk sementara bisa menggunakan Automatic Identification System (AIS) sebuah sistem navigasi kapal,” pungkasnya.

Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan USAID Bersama Kelola Perikanan (USAID Ber-IKAN) dengan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan ini, merupakan program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika.

Deputi collaborative implementation program (CIP) Saut Tampubolon di potretmalut.com mengatakan, kerja sama pemerintah Indonesia dengan United States Agency for International Development (USAID) Bersama Kelola Perikanan (BER-IKAN) ini, bertujuan untuk memajukan kemampuan Indonesia melakukan pengelolaan Perikanan secara berkelanjutan dan berkeadilan.

Saut menuturkan, ada empat sasaran yang harus dicapai, yakni membantu pemerintah daerah membangun kebijakan dan kepatuhan, meningkatkan tata kelola nelayan kecil sehingga produk nelayan memiliki kualitas mutu yang baik dan memiliki daya saing di Pasar ekspor, membangun kemitraan dengan pelaku usaha mulai dari hulu sampai ke hilir di Provinsi Maluku Utara, Melindungi spesies yang terancam punah.

Untuk target USAID Ber-ikan kata Saut adalah untuk meningkatkan perekonomian lima ribu nelayan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Penulis: Presmedia
Editor  : Redaksi