
PRESMEDIA.ID, Batam – Kendari banyak temuan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) APBD 7 Kabupaten kota di Provinsi Kepri.
Ketujuh kabupaten dan kota yang menerima Opini WTP terhadap LKPD-APBD 2023 nya itu adalah, kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, Kabupaten Karimun, Natuna dan Anambas.
Penyerahan LHP-BPK atas LKPD-APBD tujuh kabupaten dan kota di Kepri ini, diserahkan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Kepulauan Riau, Emmy Mutiarini, Kepada Ketua DPRD dan Kepala Daerah (Bupati dan walikota) di Batam.
Kepala BPK-RI Perwakilan Kepri Emmy Mutiarini mengatakan, pemeriksaan terhadap laporan keuangan bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan.
Opini BPK katanya, didasarkan pada empat kriteria, yaitu kesesuaian antara laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).
“Jika nilai temuan lebih rendah dari yang ditentukan, artinya temuan tersebut tidak mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan, sehingga opini yang diberikan adalah Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion),” kataya dikutip dari kepri.bpk.go.id.
Namun jika nilai temuan pemeriksaan diatas tingkat materialitas maka opini yang diberikan dapat berupa opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion), Tidak Wajar (adverse opinion) atau bahkan opini Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer).
Emmy Mutiarini juga menyebut, Opini yang diberikan oleh pemeriksa, termasuk opini WTP, merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai “kewajaran†laporan keuangan dan bukan merupakan “jaminan†tidak adanya kecurangan/penyimpangan (fraud) yang ditemui di kemudian hari.
Meski demikian, BPK juga menilai apabila terdapat tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh entitas yang mempunyai dampak material terhadap laporan keuangan, dan pelanggaran tersebut belum dipertanggungjawabkan/dikoreksi dan diungkapkan secara memadai.
“Maka dalam batas tertentu, materialitas penyimpangan dapat mempengaruhi opini atas kewajaran LK secara keseluruhan,” tegasnya.
Selain itu, Kepala BPK-RI Perwakilan Provinsi Kepri ini juga menyebut, dari hasil pemeriksaan BPK terhadap tujuh Laporan Keuangan pemerintah daerah. BPK menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan keuangan.
Sejumlah permasalahan yang ditemukan BPK pada LKPD-APBD 7 Kabupaten dan kota di kepri itu diantaranya :
1.Pengelolaan pajak daerah, yaitu Wajib Pajak (WP) tidak melaporkan omzet sesuai kondisi sebenarnya dan belum mendaftarkan Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD). Kemudian pengelolaan data Sistem Monitoring Pajak Daerah yang belum optimal dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak;
2.Permasalahan dalam pengelolaan penerimaan lain-lain PAD yang sah dari pemanfaatan BMD dan retribusi jasa belum dipungut, serta ketidaktepatan penghitungan tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB);
3.Permasalahan terkait data piutang pelayanan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yang belum dimutakhirkan dan penetapan peraturan kepala daerah pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang tidak sinkron dengan kebijakan akuntansinya sehingga saldo Piutang PBB-P2 belum termasuk data piutang WP berstatus NOPD non-efektif.
4.Pembayaran honorarium tim pelaksana dan sekretariat kegiatan, serta narasumber/pembahas, yang tidak sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
5.Hasil-hasil pekerjaan yang tidak sesuai kontrak atas realisasi Belanja Barang dan Jasa, Modal, Hibah sehingga penyedia dibayar lebih besar dibandingkan realisasi fisik terpasang/output pekerjaan;
6.Penyedia tidak melaksanakan pengadaan sesuai dengan surat pesanan pada kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat sehingga realisasi Belanja Makanan dan Minuman Rapat dan Belanja Sewa Peralatan dan Mesin tidak sesuai kondisi sebenarnya dan
7.Permasalahan-permasalahan terkait pengelolaan Aset Tetap, diantaranya terkait aset tanah di bawah jalan yang belum dapat dicatat sebagai aset tetap, Aset Tetap Renovasi yang tidak dikuasai Pemda tetapi masih tercatat dalam KIB E. Kemudian terdapat aset yang belum didukung bukti kepemilikan yang lengkap, penggunaan aset oleh warga masyarakat, pencatatan aset yang belum dapat digabung ke aset induk, dan aset rusak berat yang belum diusulkan penghapusan
“Namun demikian, permasalahan-permasalahan tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap kewajaran penyajian atas ketujuh Laporan Keuangan pemerintah daerah tersebut,” ujarnya.
Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi