
PRESMEDIA.ID, Tanjungpinang – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu kota Tanjungpinang, seolah tidak mau disalahkan atas polemik lolos dan ditetapkanya Ketua RT dan RW sebagai calon legislatif.
Sebaliknya, KPU dan Bawaslu mengatakan, pengawasan terhadap proses pencalonan ketua RT/RW di Tanjungpinang itu, berada di bawah yurisdiksi Pemerintah Daerah.
Ketua KPU Tanjungpinang, Muhammad Faizal, mengatakan, bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan dan Lembaga Adat Desa merupakan bagian dari ranah Pemerintah Daerah.
Sementara di proses pencalonan pada UU Pemilu, dikatakan tidak mengatur hal ini secara khusus.
“Kita mengembalikan pada pemerintah daerah, karena memang ranahnya ada di pemerintah daerah,” kata Faizal pada Kamis (23/11/2023).
Faizal juga mengatakan, bahwa setelah selesai tahapan KPU dan penetapan Daftar Calon Tetap, secara administratif tidak ada larangan bagi mereka yang berasal dari RT/RW untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
“Status RT diatur oleh peraturan lain di luar peraturan KPU,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Tanjungpinang, Muhammad Yusuf, mengatakan, bahwa pengawasan terhadap calon legislatif RT dan RW berada di bawah koordinasi Lurah, Camat, Sekda, dan Wali Kota.
Yusuf menegaskan bahwa aturan terkait pengawasan Bawaslu terdapat dalam PKPU, UU Nomor 7, dan regulasi lainnya.
“Dalam regulasi ini, tidak ada ketentuan terkait pengawasan calon legislatif yang berasal dari RT/RW. Permendagri hanya mengatur syarat sebagai RT dan RW,” pungkasnya.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Wali Kota Tanjungpinang, Hasan, mendorong para Ketua RT dan RW yang mencalonkan diri sebagai calon anggota Legislatif pada Pemilu 2024 untuk sukarela mengundurkan diri dari jabatan mereka.
Hasan menyatakan, bahwa hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan dan Lembaga Adat Desa.
Dalam Pasal 6 Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, Lembaga Kemasyarakatan dan Lembaga Adat Desa paling sedikit meliputi: Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, Pos Pelayanan Terpadu dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.
Kemudian di pasal 3 Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan dan Lembaga Adat Desa menyatakan, LKD dibentuk atas prakarsa Pemerintah Desa dan masyarakat.
Pembentukan LKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat, berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Berkedudukan di Desa setempat, Keberadaannya bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat Desa, memiliki kepengurusan yang tetap, memiliki sekretariat yang bersifat tetap dan tidak berafiliasi kepada partai politik.
Di pasal 7 permendagri ini, juga menyebut, Rukun Tetangga dan Rukun Warga di Pasal 7, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b bertugas, membantu Kepala Desa dalam bidang pelayanan pemerintahan,membantu Kepala Desa dalam menyediakan data kependudukan dan perizinan dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
Dengan aturan ini, seharusnya ketua RT dan RW sebagai Lembaga Kemasyarakatan dan Lembaga Adat Desa tidak berafiliasi kepada Partai Politik.
Berita Terkait :
Penulis: Roland
Editor : Redaktur