
PRESMEDIA.ID, Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah akan mempersiapkan memberikan pengurangan pajak dalam bentuk insentif fiskal terhadap Pajak Penghasilan Badan (PPh) Badan untuk penyelenggara jasa hiburan.
Melalui Fiskal Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) ini, besaran PPh Badan yang menurut UU 22 persen, 10 persennya akan Ditanggung Pemerintah (DTP), sehingga kewajiban badan usaha Pariwisata menjadi 12 persen.
“Yang dipersiapkan oleh pemerintah adalah insentif dalam bentuk PPh Badan. Insentif PPh Badan untuk sektor pariwisata itu lebih kepada seluruh sektornya. Dan yang dipertimbangkan Bapak Presiden minta untuk dikaji diberikan insentif PPh Badan sebesar 10 persen,†ujar Airlangga, dalam keterangan persnya usai mengikuti rapat yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta, Jumat (19/01/2024).
Dengan pemberiaan insentif fiskal pajak ini, kata Menko Perekonomian, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu) akan menyampaikan surat edaran kepada seluruh bupati/walikota terkait dengan petunjuk pelaksanaan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Airlangga mengharapkan dengan adanya edaran ini, akan dapat memperkuat kebijakan yang diambil pemerintah sekaligus memberikan penjelasan kepada para pelaku usaha dan masyarakat di daerah.
“Jadi surat edaran bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri akan lebih menjelaskan hal ini karena di dalam undang-undang itu kan sifatnya diskresi, sehingga kita tentu tidak ingin ada moral hazard, sehingga harus dipayungi oleh surat edaran,†ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Pada tahun 2022 pemerintah dan DPR telah menetapkan UU HKPD. Ketentuan mengenai UU ini di antaranya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas PBJT yang dipungut oleh kabupaten/kota dan khusus DKI Jakarta dipungut oleh provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10 persen, di mana sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35 persen.
Sedangkan khusus PBJT atas Jasa Hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen, sebelumnya dengan UU 28/2009 paling tinggi hanya 75 persen, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40 persen.
Pajak hiburan yang sebesar yang minimum 40 persen ini dibebankan kepada customer, sedangkan terhadap pihak penyelenggara jasa hiburan juga dikenakan PPh Badan sebesar 22 persen.
Pemberlakuan pengenaan tarif PBJT yang baru paling lama dua tahun sejak UU HKPD mulai berlaku pada 5 Januari 2022, atau 5 Januari 2024, yang diatur oleh masing-masing pemerintah daerah.
Beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Seperti di DKI Jakarta, melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40 persen, Sebelumnya 25 persen dan Kabupaten Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40 persen, sebelumnya 15 persen.
Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan di diskotik, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75 persen
Sejumlah daerah yang menerapkan itu adalah Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, dan Depok) kemudiaan Sawahlunto, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Surabaya) dengan besaran 50 persen.
Sementara daerah lain seperti Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, dan Mataram sebesar 40 persen.
Terkait dengan insentif fiskal, pada Pasal 101 UU HKPD telah memberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh kepala daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional. Pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.
Pemberian insentif fiskal ini ditetapkan dengan peraturan kepala daerah (perkada), dengan memberitahukan kepada DPRD. Dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, bupati/wali kota dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75 persen atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40 persen.
Menko Erlangga mengatakan, penerapan insentif fiskal ini, dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh), sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah yang berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya.
Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi