Praperadilkan Korupsi Mangkrak, MAKI Siap Hadapi Kajati Kepri di PN Tanjungpinang

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesai MAKI Boyamin Saiman
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesai (MAKI) Boyamin Saiman.

PRESMEDIA.ID,Tanjungpinang-Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesai (MAKI) Boyamin Saiman mengaku siap menghadapi sidang praperadilan melawan Kepala Kejaksanaan Tinggi (Kajati) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) atas mangkrak dan mengendapnya penanganan perkara dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna 2011-2015.

Sidang praperadilan yang akan dipimpin hakim tunggal Guntur Kurniawan.SH dengan panitera L.Siregar di Pengadilan Negri (PN) Tanjungpinang pada Jumat,(20/9/2019) besok.

Sejak awal mendaftarkan gugatan ke PN Tanjungpinang, kami sudah siap menghadapi sidang praperadilan kasus ini,”kata Boyamin kepada wartawan,Kamis,(19/9/2019).

Sebelumnya, Boyamin mendaftarkan gugatan praperadilan atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna di PN Tanjungpinang pada Rabu (28/8/2019). Perkara Permohonan Praperadilan itu terdaftar dengan nomor registrasi 3/Pid.Pra/2019/PN Tpg.

“Materi gugatannya sudah siap. Sebaliknya kami justru khawatir pihak tergugat yang belum siap menghadapi sidang praperadilanini,”tantang Boyamin.

Terkait gugatan kasus tersebut, Boyamin kembali menegaskan, MAKI akan terus komitmen dan proaktif mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan atas penanganan perkara-perkara yang mangkrak khususnya perkara korupsi yang merugikan keuangan negara.

Dia mencontohkan dugaan kasus korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 senilai Rp7,7 miliar merupakan kasus yang penangananya sudah dua tahun menggantung di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri.

Padahal, dalam proses penyidikan yang dilakukan sejak 2017 lalu, Kejati Kepri telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli,”ungkapnya.

Kemudian, lanjut Boyamin, Ketua DPRD Natuna periode 2009�2014 Hadi Chandra, termasuk Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016 Syamsurizon yang juga pernah menjabat sebagai Ketua tim TAPD dan tersangka Makmur selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.

Kelima orang tersebut ditetapkan jadi tersangka setelah tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) di bawah pimpinan Kajati Kepri yang saat itu dijabat Yunan Harjaka, menyebutkan telah menemukan adanya alat bukti yang cukup dalam proses pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan unsur pimpinan dan anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.

“Dari Ekspos penyidikan, Kejaksaan menyatakan, Tunjangan perumahaan pimpinan dan anggota DPRD Natuna yang dialokasikan dari APBD Natuna sejak 2011-2015 tanpa menggunakan mekanisme aturan serta tidak sesuai dengan harga pasar setempat, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 7,7 miliar,”jelasnya.

Namun dua tahun penanganan hukumnya di Kejaksaan Tinggi Kepri, sebut Bonyamin, mangkrak dan tak kunjung dilimpahkan penyidik kejaksaan ke Pengadilan untuk diadili. Atas dasar itu, MAKI sangat berkepentingan untuk membantu negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam bentuk menggugat praperadilan perkara yang mangkrak, termasuk perkara yang ditangani Kejati Kepri itu.

Selain menggugat Kajati, kami juga menggugat KPK dan BPK, karena dianggap berperan atas mangkraknya perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna ini,”ujarnya.

Boyamin juga menyatakan pihaknya telah lama me-listing perkara-perkara yang proses hukumnya mangkrak di sejumlah daerah. �Termasuk perkara yang di Kepri ini, karena sudah ditetapkan jadi tersangka selama dua tahun dan perkaranya korupsi yang melibatkan banyak pejabat di daerah ini. Namun, proses hukum kasus ini sepertinya tenggelam,”katanya.

Padahal, menurut Boyamin, pada saat awal pengungkapan kasus korupsi tersebut Kejaksaan Tinggi Kepri sangat gegap gempita melakukan publikasi secara masif.

Boyamin menduga mangkraknya penanganan kasus tersebut lantaran ada dua atau tiga tersangka menjadi anggota partai politik berkuasa yang terafiliasi dengan Kejaksaan Agung.

“Tampaknya para tersangka ini merasa aman karena mereka bergabung dengan partai penguasa yang terafiliasi dengan Kejaksaan Agung,”katanya.(Presmd6)