
PRESMEDIA.ID– Salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung Studio LPP TVRI Kepulauan Riau, Anna Triana, menitipkan dana sebesar Rp 252.484.912 ke Rekening Penitipan Lainnya (RPL) milik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang.
Penyerahan uang titipan dilakukan melalui kuasa hukumnya kepada Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Tanjungpinang, Roy Hafington Harahap, pada Senin (26/5/2025).
“Dana tersebut menjadi barang bukti yang dititipkan dalam RPL Kejari Tanjungpinang dan akan disetorkan ke kas negara,” ujar Roy.
Bagian dari Proses Ganti Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Proyek TVRI
Roy menjelaskan, penitipan dana ini merupakan bagian dari upaya pengembalian kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pembangunan gedung Studio LPP TVRI Kepri Tahun Anggaran 2022.
Proses ini sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI Nomor: 63/LHP/XXI/11/2024 tanggal 1 November 2024, serta penetapan dari Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.
Sebelumnya, Kejari Tanjungpinang telah menetapkan dan menuntut tiga terdakwa dalam kasus ini, yaitu: Danny Octa Dwirama (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK), Anna Triana (Pihak swasta), Harly Tambunan (Kontraktor/Direktur PT. Tamba Ria Jaya).
Kerugian Negara Mencapai Rp9,6 Miliar
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dugaan korupsi ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp9,6 miliar, yang berasal dari anggaran LPP TVRI Jakarta.
Kasus ini bermula saat proyek lelang diduga diatur sedemikian rupa oleh Harly Tambunan bersama Anna Triana, sehingga pemenang tender jatuh pada PT. Tamba Ria Jaya.
Setelah memenangkan proyek, Harly diduga memberikan “fee” sebesar Rp500 juta kepada Anna Triana sebagai imbalan kerja sama dalam proses tender.
Penyimpangan Proyek Dari HPS Hingga Keselamatan Bangunan
Dugaan korupsi tidak hanya terjadi dalam proses tender, namun juga dalam pelaksanaan proyek. Danny Octa Dwirama sebagai PPK dinilai tidak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) secara profesional dan hanya menggunakan gambar perencanaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, pelaksana proyek juga tidak mematuhi Rencana Kerja dan Syarat (RKS) serta Kerangka Acuan Kerja (KAK). Bahkan, pekerjaan penting seperti pemancangan pondasi bangunan dihilangkan dalam gambar kerja, sehingga bangunan tidak memenuhi standar keamanan.
PPK juga disebutkan tidak mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan proses pembayaran dilakukan berdasarkan dokumen tagihan fiktif yang tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
Langgar UU Tipikor dan Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Akibat sejumlah pelanggaran ini, proyek melanggar Pasal 6 dan Pasal 7 Perpres RI Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Ketiga terdakwa didakwa melanggar, Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dan subsider menlanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi