PRESMEDIA.ID, Tanjungpinang – Terdakwa Siswanto, keberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi Jembatan Tanah merah karena didakwa pada kasus yang bukan tanggung jawabnya.
Keberatan terdakwa Siswanto ini diajukan dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya Edi Rustandi SH, Edward Sihitang SH dan Dwiki Kristanto SH pada sidang lanjutan yang dipimpin majelis hakim Riska Widiana dibantu Hakim anggota Siti Hajar Siregar, dan hakim Ad Hoc Syaiful Arif, dalam sidang lanjutan di PN Tipikor Tanjungpinang, Rabu (29/11/2023).
Terdakwa menyatakan, tidak bersalah dan telah mengerjakan pekerjaan lanjutan proyek pembangunan Jembatan Tanah Merah Bintan sesuai dengan kontrak.
Kuasa Hukum terdakwa, Edi Rustandi SH mengatakan, keberatan dakwaan terhadap dakwaan JPU itu diajukan karena terdapat beberapa kejanggalan dalam dakwaan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kejanggalan itu lanjut Edi, menyangkut belum adanya hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia selaku lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional yang menetapkan
nilai kerugian dalam kasus korupsi, sebagaimana dakwaan primair dan dakwaan Subsider JPU yang menyatakan melanggar pasal 2 jo pasal 3 UU Tipikor.
Sebab, di dalam dakwaan Primair halaman 22 dan dakwaan Subsidair halaman 44 JPU menyebut, laporan audit kerugian keuangan negara tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, hanya berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau
“Sementara BPKP ini, tidak mempunyai kewenangan untuk menyatakan atau men-declare adanya kerugian negara,” sebutnya.
Hal ini kata Edi, telah diuji dengan Putusannya MK nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menyatakan kata “dapat†dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sehingga, sejak putusan MK ini, delik pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU pemberantasan tipikor menjadi delik materiil, yaitu adanya kerugian negara didasarkan pada perhitungan yang pasti dan nyata, dan dihitung oleh pihak yang berkompeten sebagai unsur utama yang wajib dibuktikan terlebih dahulu atas dugaan adanya tindak pidana korupsi (actual loss).
Penggunaan hasil audit BPKP dalam kasus korupsi yang didakwakan pada terdakwa Siswanto ini, menurutnya, juga bertentangan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No. 04 Tahun 2016) pada bagian “Rumusan Kamar Hukum Pidana†angka 6 tentang rumusan hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung tahun 2016 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan yang menyatakan, Instansi yang berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan kerugian negara ini adalah BPK yang memiliki kewenangan konstitusional yaitu BPK.
“Sedangkan instansi lainnya seperti BPKP, Inspektorat, Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara,” sebutnya.
Kemudian, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mendakwa Siswanto, dikatakan, juga tidak sesuai dengan hal yang terdapat dalam kontrak dan diluar kewenangan dan tanggung jawab terdakwa selaku pelaksana yang mengerjakan proyek.
Karena, gagal dan terjadinya permasalahan korupsi pada proyek Jembatan Tanah Merah Bintan ini, diawali dari kekeliruan perencanaan jembatan dan pengerjaan proyek pada tahap pertama, sebagaimana hasil audit konstruksi dan survey lapangan serta pengujian laboratorium yang dilakukan Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung.
“Artinya, kesalahan yang mengakibatkan gagalnya pembangunan Jembatan Tanah merah yang disidik Kejaksaan Tinggi Kepri ini, seharusnya tidak ditimpakan atau ditanggungkan pada terdakwa Siswanto. Karena Siswanto melalui perusahannya, merupakan kontraktor pelaksana proyek kedua atau lanjutan dengan pekerjaan yang telah diserahterimakan terdakwa selaku kontraktor pelaksana dengan sempurna kepada saksi Bayu Wicaksono selaku PPK,” ujarnya.
Dan selama pelaksanaan pekerjaan pembangunan, perusahaan terdakwa sebagai pelaksana kedua atau lanjutan, juga diawasi secara ketat oleh konsultan pengawas, yang juga sebagai konsultan perencana pada 2018. Dan mutu pekerjaan serta volume, dinyatakan telah sesuai dengan kontrak pekerjaan.
Atas sejumlah keberatan itu, penasihat hukum terdakwa Siswanto memohon kepada Majelis Hakim agar mengabulkan eksepsi keberatan yang diajukan. Menyatakan surat dakwaan JPU No. Reg. PDS-06/L.10.15/Ft.1/10/2023, batal demi hukum. Menyatakan terdakwa Siswanto, tidak dapat diadili berdasarkan surat dakwaan JPU dan memerintahkan agar berkas perkara beserta barang bukti dikembalikan ke Kejaksaan Bintan.
“Memerintahkan agar terdakwa Siswanto dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) segera setelah putusan dibacakan memulihkan harkat dan martabat terdakwa, dan membebankan biaya perkara kepada negara,” pungkasnya.
Atas eksepsi terdakwa ini, Jaksa Penuntut Umum menyatakan keberatan dan akan mengajukan jawaban terhadap eksepsi terdakwa pada sidang lanjutan yang akan digelar pada Rabu (6/12/2023) mendatang.
Berita Sebelumnya :
- Kejati Kepri Limpahkan Dua Tersangka Korupsi Proyek Jembatan Tanah Merah ke Kejari Bintan
- Ini Alasan Kejati Kepri Tidak Nyatakan Dirut PT.BFG dan Konsultan CV. Vitech Tersangka di Korupsi Jembatan Tanah Merah Bintan
- Tiga Berkas Perkara Korupsi Proyek Jembatan Tanah Merah Dilimpah ke PN, Sidang Akan Dimulai Minggu Depan
Penulis: Presmedia
Editor : Redaksi
Komentar