
PRESMEDIA.ID– Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang menegaskan, penyelidikan dugaan korupsi pass masuk pelabuhan dan dana sharing fee di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Tanjungpinang Maju Bersama (TMB) hingga saat ini masih terus berlanjut.
Kejaksaan juga mengatakan, pemanggilan dan pemeriksaan juga dilakukan terhadap sejumkah mantan Dirut BUMD, termasuk M.Fahmi meski memiliki keluarga Jaksa dan proses hukum akan tetap berjalan secara transparan dan profesional.
Kejari Tanjungpinang Tegaskan Proses Penyelidikan Terus Berjalan
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Tanjungpinang, Juprizal, menyampaikan bahwa tim penyidik hingga saaat ini masih melakukan pengumpulan data dan keterangan (pulbaket) terkait dugaan dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
“Masih kami lakukan pulbaket. Semua pihak yang terkait, baik dari BUMD, Pelindo, maupun Pemko Tanjungpinang, akan kami panggil dan mintai keterangan,” ujar Juprizal, Selasa (28/10/2025).
Menurutnya, sejumlah pejabat PT.TMB, Pelindo, serta pihak Pemerintah Kota Tanjungpinang telah dimintai klarifikasi mengenai kerja sama pengelolaan dan pembagian dana pass masuk pelabuhan yang berlangsung sejak 2016 hingga 2024.
Juprizal menegaskan, tidak ada perlakuan khusus terhadap siapa pun dan semua akan dimintai keterangan.
“Semua pihak yang terlibat akan tetap kami periksa, termasuk saudara Fahmi. Tidak ada pengecualian,” tegasnya.
Dugaan Korupsi Sharing Fee Pass Masuk Pelabuhan
Dugaan penyimpangan dana bermula dari kerja sama antara Pelindo dan PT Tanjungpinang Maju Bersama (TMB) selaku BUMD Pemko Tanjungpinang dalam pengelolaan pass masuk Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) sejak tahun 2015.
Perjanjian kerja sama ini diperbarui setiap tahun dengan skema bagi hasil (sharing fee). Berdasarkan dokumen kesepakatan terbaru tahun 2023–2024, pembagian keuntungan ditetapkan sebagai berikut:
Pass Terminal Domestik – 10%
Pass Terminal Internasional WNA – 10%
Pass Terminal Internasional WNI – 10%
Pass Pengantar/Penjemput – 10%
Namun, berdasarkan catatan Kejari, penerimaan daerah dari kerja sama tersebut mengalami penurunan signifikan.
Jika pada tahun 2017–2019 Pemko Tanjungpinang masih menerima Rp3–4 miliar, sejak 2020 hingga 2023 nilainya turun drastis hanya menjadi Rp800 juta hingga Rp1 miliar per tahun.
Hal inilah yang kemudian menjadi dasar penyelidikan Kejaksaan, untuk menelusuri potensi penyimpangan atau pelanggaran hukum dalam pengelolaan dana tersebut demikian juga pengunaan dana shering fee-nya.
Sebeleumnya, Kepala Kejari Tanjungpinang, Rahmad Surya Lubis, menegaskan bahwa pihaknya akan menuntaskan penyelidikan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Proses masih berjalan. Kami tetap mengumpulkan data dan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait,” ujarnya.
Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi













