
PRESMEDIA.ID – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas saat ini, tidak hanya memperkuat perlindungan hak asasi manusia (HAM), tetapi juga memperluas ruang lingkup praperadilan, memperkuat penerapan restorative justice, dan meningkatkan peran advokat dalam sistem peradilan pidana.
Salah satu poin penting dalam RUU KUHAP adalah penguatan mekanisme praperadilan, termasuk perluasan kewenangan praperadilan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, serta pemblokiran aset.
RUU KUHAP juga secara eksplisit mengatur prinsip-prinsip restorative justice, mencakup kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban. Pendekatan ini diharapkan menjadi alternatif penyelesaian perkara pidana secara damai dan berkeadilan.
Penguatan Peran Advokat
Dalam RUU tersebut, peran advokat diperkuat secara signifikan. Advokat diberi wewenang lebih besar untuk mendampingi saksi maupun tersangka dalam setiap tahap pemeriksaan. Ini termasuk kewajiban bagi penyidik untuk memberitahu tersangka mengenai haknya memperoleh pendampingan hukum sejak awal penyelidikan.
Pasal 32 RUU KUHAP menyatakan, penyidik wajib memberitahu tersangka tentang haknya mendapatkan pendampingan dari advokat. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 134 hingga Pasal 136, yang menyebutkan bahwa tidak hanya tersangka, tetapi juga saksi, korban, atau pihak lain yang diperiksa, berhak atas pendampingan hukum.
Habiburokhman menjelaskan, “Dalam KUHAP lama, hak tersangka untuk memilih kuasa hukum sendiri tidak secara eksplisit diatur. Namun dalam KUHAP baru, hal ini diperkuat dalam Pasal 134 huruf b, yang berbunyi “‘Tersangka memiliki hak untuk memilih, menghubungi, dan mendapatkan pendampingan advokat dalam setiap pemeriksaan,” ujar ketua komisi II DPR-RI ini di media sosial tiktok-nya.
Perlindungan Terhadap Tersangka dari Intimidasi
Lebih lanjut, Pasal 32 ayat (3) memberikan hak kepada advokat untuk melihat dan mendengar langsung jalannya pemeriksaan terhadap tersangka. Pada ayat (2) disebutkan bahwa apabila penyidik melakukan intimidasi atau mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat, maka advokat berhak menyatakan keberatan yang wajib dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Penyidik Bisa Dilaporkan Bila Laporan Tidak Ditindaklanjuti
Salah satu aspek baru yang cukup progresif adalah adanya mekanisme pelaporan terhadap penyidik jika laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti. Hal ini menjadi bagian dari penguatan akuntabilitas aparat penegak hukum.
“Ini merupakan langkah maju dalam memastikan proses penyidikan berjalan secara transparan dan akuntabel,” ujar Habiburokhman.
Penulis:Presmedia
Editor :Redaksi