Alami Kesalahan Subtantif, MAKI: UU KPK Tidak Sah Dan Batal Demi Hukum

Koordinator MAKI Bonyamin Bin Saiman
Koordinator MAKI, Bonyamin Bin Saiman

PRESMEDIA.ID,Jakarta-Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Jakarta mengatakan, hasil revisi UU KPK yang telah disahkan DPR tidak sah dan batal di hukum.Batal dan tidak sahnya hasil revisi UU KPK itu disebabkan adanya kesalahan substantif pada Pasal 29 Ayat e, tentang Thypo penulisan usia 50 tahun sementara didalam kurung tertulis Empat puluh Tahun.

Koordinator MAKI Bonyamin Bin Saiman mengatakan, Permasalahan pasal 29 e ini menjadi substansi, karena bisa menimbulkan sengketa terkait frasa usia yang ditulis 50, tetapi didalam kolom empat pulu tahun.

“Pertanyaannya, sebenarnya yang yang mana yang benar, apakah angka “50” atau huruf “empat puluh” dengan formasi, “50 (empat puluh)”. Dan atas kesalahan subtansi ini, menimbulkan dua makna frae yang berlaku yaitu “50” atau “empat puluh”,ujar Bonyamin, Kamis,(17/10/2019).

Jika yang dianggap benar adalah yang tertulis huruf “empat puluh” didalam kolom, lanjut Bonyamin, maka yang dirubah adalah angka 50 menjadi 40, dan dengan demikian, kesalahan thypo penulisan angka ini bukan hanya kesalahan thypo tetapi adalah kesalahan substantif.

Dikarenakan kesalahan substantif sebut Bonyamin, maka cara pembetulannya harus memenuhi persyaratan, dengan mengulang rapat paripurna DPR, karena produk Undang-undang di DPR, hanya dapat dirubah melalui rapat paripurna.

Koreksi yang dilakukan dengan tidak melalui rapat paripurna, menjadikan Revisi UU KPK menjadi tidak sah dan batal demi hukum,”sebutnya.

Dalam asas bernegara termasuk asas hukum lanjut Bonyamin, berlakunya Undang-Undang apabila terjadi perubahan maka harus dengan cara yang sama atau sederajat. Dan hal ini, katanya juga pernah berlaku pada kesalahan penulisan putusan Kasasi Mahkamah Agung perkara Yayasan Supersemar “tertulis 139 juta” yang semestinya “139 milar”.

“Atas kesalahan ini tidak bisa sekedar dikoreksi dan membutuhkan upaya Peninjauan Kembali (PK) untuk membetulkan kesalahan penulisannya,”sebutnya.

Disisi lain hingga saat ini belum terbentuk Alat Kelengkapan DPR termasuk Badan Legislasi ( Baleg ) sehingga koreksi yang dianggap thypo oleh DPR saat ini adalah juga tidak sah dikarenakan saat pengiriman revisi UU KPK saat itu oleh Baleg DPR.

Untuk memenuhi syarat sahnya revisi UU KPK setelah ada kesalahan penulisan “50” atau “empat puluh” hanya bisa dilakukan apabila telah terbentuk alat Kelengkapan DPR termasuk Baleg dan harus melalui rapat paripurna DPR, sepanjang hal ini tidak dilakukan maka revisi UU KPK adalah tidak sah.

Dalam rapat paripurna pengesahan Revisi UU KPK di DPR sebelumnya, Bonyamin mengatakan, juga menyisakan masalah yaitu tidak kuorumnya kehadiran secara fisik anggota DPR karena nyatanya yang hadir saat pengesahan rapat paripurna DPR hanya dihadiri 89 anggota, hal ini jelas-jelas tidak kuorum.

Juga masih ada permasalahan dengan pembacaan revisi UU KPK karena nyatanya Fahri Hamzah selaku pimpinan rapat paripurna DPR tidak membacakan secara utuh materi revisi UU KPK, padahal sebelum dimintakan persetujuan harus dibacakan secara utuh untuk menghindari kesalahan sebagaimana terjadi saat ini.

Sebagaimana diketahui, pengesahan revisi UU KPK oleh DPR-RI telah memasuki masa waktu 30 hari. Sesuai dengan mekanisme hukum. Jika pada 30 hari pemerintah tidak menandatangani pemberlakuan UU yang disahkan DPR-RI itu, maka dengan sendirinya UU tersebut dinyatakan berlaku.

Penulis: Redaksi