Korupsi Pengaturan Kuota Rokok, Mantan Kepala BP Kawasan Tanjungpinang Didakwa Jaksa KPK Berlapis

Sidang perdana kasus pengaturan kuota Rokok dengan terdakwa mantan Kepala BP.Kawasan Tanjungpinang, terdakwa Denyelta di PN Tanjungpinang. (Foto: Presmedia.id)
Sidang perdana kasus pengaturan kuota Rokok dengan terdakwa mantan Kepala BP.Kawasan Tanjungpinang, terdakwa Denyelta di PN Tanjungpinang. (Foto: Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID, Tanjungpinang – Mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Tanjungpinang Den Yelta, didakwa Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara berlapis dalam kasus dugaan korupsi pengaturan kuota rokok periode 2015 hingga 2019, di PN Tanjungpinang Jumat (5/1/2024).

Sidangkan dugaan korupsi mantan Kepala BP Kawasan Tanjungpinang ini, dipimpin Majelis Hakim Ricky Ferdinand sebagai ketua majelis, dan Hakim anggota Fauzi dibantu Hakim Adhoc Tipikor, Syaiful Arif.

Proses penanganan perkara sebelumnya dilakukan oleh KPK terhadap mantan Kepala BP Tanjungpinang atas dugaan korupsi pengaturan Barang Kena Cukai (BKC) Rokok di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah kota Tanjungpinang tahun 2015-2019.

Dalam dakwaan, Jaksa KPK menyatakan terdakwa Den Yelta telah melakukan korupsi, menguntungkan diri sendiri dan orang lain dalam pengaturan kuota Rokok yang telah melebihi kebutuhan wajar periode 2015-2019.

Selin itu, terdakwa juga disebut menguntungkan setidaknya 13 perusahaan rokok, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 622,664 miliar rupiah lebih karena tidak memasok kuota rokok tidak sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku.

“Ketentuan tersebut diantaranya, UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 105 ayat (2c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai,”ujar Jaksa KPK.

Jaksa KPK juga menyebut, terdakwa juga menerima aliran dan miliaran rupiah secara bertahap untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain dari sejumlah pengusaha rokok sejak periode 2015 hingga 2019 sebesar Rp3,5 miliar ditambah 50 ribu US Dollar Singapura.

Akibat kelebihan kuota rokok dengan modus perhitungan fiktif barang kena cukai rokok ini, mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga ratusan Miliar dari sisi penerimaan cukai, pajak pertambahan nilai dan pajak daerah yang mencapai ratusan miliar rupiah.

Atas perbuatanya, Jaksa KPK menjerat terdakwa Den Yelta dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan jaksa KPK ini, terdakwa Den Yealta melalui Tim Penasehat Hukumnya menyatakan tidak mengajukan keberatan dengan alasan sejumlah isi dakwaan telah terpenuhi.

Selanjutnya, Hakim PN Tanjungpinang menyatakan, sidang akan dilanjutkan pada Rabu (10/1/2023) dengan agenda pembuktian menghadirkan sejumlah saksi.

Sekedar diketahui, Den Yealta berdasarkan Keputusan Dewan Kawasan Bintan tertanggal 23 Agustus 2013 resmi diangkat menjadi Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang.

Kemudian, sekitar Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang berisi antara lain teguran pada BP Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan termasuk BP Tanjungpinang di tahun 2015 melebihi dari yang seharusnya.

Sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51, 9 juta batang sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359,4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 persen.

Den Yealta selama menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota.

Dengan kebijakan tersebut, telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.

Untuk pemenuhan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, Den Yealta sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi diantaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.

Selain itu, Kepala BP Kawasan Tanjungpinang ini juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok, sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.

Berita Sebelumnya :

Penulis: Presmedia
Editor  : Redaksi

Komentar