Sekda Kepri Bantah Temuan BPK Rp12,3 M Honor Timsus Gubernur

Sekdaprov Kepri, Adi Prihantara, memimpin rapat OPD usia cuti lebaran di kantor Gubernur Kepri, Pulau Dompak. (Foto : Humas Pemprov Kepri)
Sekdaprov Kepri, Adi Prihantara, saat memimpin rapat OPD di kantor Gubernur Kepri (Foto:Dok-Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID Tanjungpinang – Sekretaris Daerah (Sekda) provinsi Kepri Adi Prihantara, membentah temuan BPK tentang penetapan tim khusus yang tidak didukung dengan ketentuan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang memadai.

Demikian juga realisasi belanja kantor dari Rp395.5 miliar lebih  yang diantaranya merupakan belanja jasa tenaga pelayanan umum senilai Rp12,1 Miliar atau terealisasi sebesar 98,54 persen dari anggaran senilai Rp12,3 miliar lebih yang salah satunya direalisasikan untuk pemberian honorarium tim khusus gubernur, juga dikatakan tidak benar.

“Mana LHP nilainya segitu, kalau dasar LHP pasti tertulis dengan rinci, apa yang menjadi temuan, apa tindak lanjut, bukan membantah, silahkan saja ditulis,” kata Sekda ini pada sejumlah media di Tanjungpinang, Selasa (6/6/2023).

Selain itu, Adi juga menyebut, pembentukan dan penetapan staf khusus (Timsus) Gubernur Kepri yang disebut BPK tidak memiliki dasar hukum, juga tidak benar.

Temuan BPK lanjut Adi, hanya mengenai adanya selisih pembayaran honor dan jasa pada narasumber ketika memberi materi dengan jam-nya yang kebanyakan. Dan  uang tersebut juga telah dikembalikan.

“Dari sejumlah kelebihan itu, ada yang mengembalikan Rp12 juta, karena kelebihannya tidak banyak dan cuman Rp8 juta aja,” ujarnya.

Jadi lanjutnya, kalau dibilang Rp12,5 miliar itu, Nggak ada temuan segitu, dan menurutnya temuan yang diterima pemerintah hanya Rp68 juta di Bappeda kemudian beberapa OPD lainya ada beberapa juta.

“Penjelasanya Rp12,5 Miliar  itu adalah untuk pembayaran THL yang salah satunya juga memang untuk membayar Honor Timsus, Jadi bukan  seluruhnya untuk timsus, bukan,” ujarnya.

Temuan yang diterima lanjutnya, tidak sampai 100 jutaan, dan atas temuan itu, saat ini sudah ditindak lanjuti dan dikembalikan mulai dari Rp8-12 juta dari kelebihan bayar honor stafsus Gubernur.

Stafsus Diubah Menjadi Tim Percepatan Pembangunan

Mengenai nama staf atau tim khusus Gubernur, Mantan Sekda Bintan ini juga menyebut juga sudah dirubah, karena tim atau staf khusus sudah tidak diperkenankan. Selanjutnya pada Juli 2022 lalu, namanya diubah menjadi tim percepatan pembangunan daerah.

“Dasar pembentukan ada, Jadi, Pak gubernur itu memiliki otoritas, baik keuangan maupun kepegawaian, ketika bapak memerlukan sesuatu untuk percepatan pembangunan, karena bapak menyadari waktunya pendek, dana terbatas,” ujar Adi Priantara tanpa merinci dan menyebut aturan UU dan PP sebagai dasar pembentukan tim percepatan pembangunan yang dibentuk Gubernur itu.

Adi juga mengatakan, pembentukan tim percepatan pembangunan bertujuan agar efektif dalam pelaksanaan program-program yang sudah diarahkan, diawasi oleh tim ini (Tim Percepatan pembangunan-red).

“Maka namanya tim percepatan pembangunan provinsi Kepri, Dasar aturannya ada, nengok SK-nya, dasar aturannya ada disitu tapi semuanya berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Gubernur dan Undang-Undang  tentang pemerintah daerah,” ujarnya.

Melalui tim percepatan itu sebutnya, bertugas mengawasi dan mengevaluasi kebijakan gubernur dalam pembangunan. Tim percepatan pembangunan ini, juga untuk mempercepat pembangunan provinsi Kepri melalui program RPJM.

“Jadi mencocokan programnya RPJM dengan programnya OPD,” ujarnya lagi.

Mengenai nama Timsus atau Staf Khusus Gubernur, dikatakan Sekda Kepri ini juga sudah tidak boleh. Karena menurutnya ada batasan dan kejelasanya.

“Dari yang dulu disebut Timsus, sudah tidak boleh, karena ada batasan dan kejelasanya, maka harus mengikuti PP, Oleh sebab itu bukan timsus lagi, diubah menjadi Tim Percepatan Pembangunan,” sebutnya.

Pergub 79 tentang Pedoman Pengangkatan Timsus Masih Menyebut “Tim Khusus Gubernur ”

Sementara itu, dari data Pergub nomor 79 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengangkatan tim Khusus Gubernur dalam pengendalian pencapaian target pembangunan daerah, masih tetap menyebut kata”Tim Khusus” pengendalian pencapaian target pembangunan daerah.

Selain namanya juga tetap Timsus Gubernur, konsideran aturan Pergub dalam kondisern Mengingat, juga tidak menerapkan peraturan pemerintah nomor 33 tahun 1018 tentang  Tugas dan wewenang Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, dalam membentuk Timsus. Demikian juga PP nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat daerah.

Terkait dengan hal ini, Adi Prihantara mengatakan, karena didalam PP itu tidak diperbolehkan.

Sebelumnya, BPK menyataka, Penetapan Tim Khusus Tidak Didukung Ketentuan dan Mekanisme
Pelaksanaan Kegiatan yang Memadai.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau merealisasikan Belanja Jasa Kantor pada LRA sampai dengan 31 Desember 2022 senilai Rp395.533.928.399,68 dari anggaran  senilai Rp414.923.780.624,00 atau sebesar 95,33 persen.

Realisasi Belanja Kantor senilai Rp395.533.928.399,68 di antaranya merupakan Belanja Jasa Tenaga Pelayanan Umum senilai Rp12.169.124.994,00 atau terealisasi sebesar 98,54 persen dari anggaran senilai Rp12.349.105.315,00 yang salah satunya direalisasikan untuk pemberian honorarium kepada Tim Khusus.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menetapkan tim khusus melalui Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 817 Tahun 2022. Tim khusus bertugas  mewujudkan visi dan misi pada setiap OPD serta melaporkan secara berkala dan  memberikan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah kepada gubernur. Hasil pemeriksaan atas penetapan tim khusus Gubernur oleh BPK menunjukkan, dasar hukum pembentukan Tim Khusus tidak jelas.

BPK mengatakan, berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2018 tentang tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah pusat menyatakan bahwa, dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang sebagai wakil Pemerintah Pusat, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur yang dilaksanakan oleh perangkat daerah.

Pengertian perangkat daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun  2016 tentang Perangkat Daerah, yaitu unsur pembantu kepala daerah dan DPRD  dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Selain dibantu oleh perangkat daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016  mengamanatkan gubernur dan bupati/walikota dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu staf ahli.

“Dengan demikian, gubernur dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat daerah dan staf ahli, sedangkan kedudukan Tim Khusus tidak diatur dalam peraturan-peraturan tersebut,” sebut BPK.

Proses pembentukan tim khusus, juga dikaatakan tidak didasarkan pada hasil kajian hukum dari Biro hukum agar sejalan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan mempertimbangkan efisiensi anggaran dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Selain itu, target capaian kinerja tim khusus, belum sepenuhnya dijelaskan pada  dokumen perencanaan Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 817 Tahun 2022 tentang penetapan staf khusus. Demikian juga dengan spesifikasi tugas serta kaitannya dengan OPD dalam melaksanakan tugasnya kepada gubernur.

“Tim ini belum ditetapkan bentuk, mekanisme pelaksanaan serta pertanggungjawaban kegiatan,” ujar BPK.

Belum Terdapat Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Tim Khusus

Dari hasil pemeriksaan atas Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 817 Tahun  2022, BPK juga menyebut, tim khusus berkewajiban melaporan secara berkala serta memberikan pertimbangan dalam rangka pelaksanakan pembangunan daerah kepada Gubernur. Dan seluruh dokumen pembayaran honorarium tim khusus telah dilengkapi dengan laporan setiap bulan.

Sementara hasil konfirmasi dengan beberapa PPTK, Analis Kebijakan Ahli Muda, serta Perencana Ahli Muda, diketahui bahwa tim khusus tidak memiliki waktu/jam kerja. Tidak mengisi presensi sebagai bukti kehadiran serta tidak didukung dengan mekanisme pelaporan kegiatan.

Selain itu, BPK juga menyatakan, tim khusus tidak memiliki bukti pendukung hasil pelaporan berupa kelengkapan dokumentasi yang berhubungan dengan pemberian  pertimbangan/masukan dan fasilitasi untuk mendukung pelaksanaan tugas gubernur.

Kondisi ini, kata BPK tidak sesuai dengan pasa 208 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan, bahwa Kepala daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dibantu oleh Perangkat Daerah”. Kemudian pasal 208 Ayat (2) yang menyatakan” Perangkat Daerah sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) diisi oleh pegawai aparatur sipil negara”.

Kondisi ini juga dikatakan BPK, tidak sesuai dengan Pasal 102 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Perangkat Daerah. Kemudian Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022 bagian lampiran
tentang

“Kondisi ini mengakibatkan hasil kerja tim khusus tidak mudah dikaitkan dengan pencapaian pengendalian percepatan target pembangunan daerah. Kondisi tersebut disebabkan pembentukan tim khusus belum didukung dengan kajian hukum tentang kedudukan dan kebijakan tertulis tentang mekanisme kerja yang
memadai,” ujarnya.

Atas permasalahan itu, Kepala OPD terkait menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan akan menindaklanjuti rekomendasi BPK.  Selanjutnya, ataa temuan itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Provinsi Kepulauan Riau agar memerintahkan sekretaris daerah agar menyusun peraturan tentang tata kerja Tim Khusus yang mengatur tentang waktu kerja dan laporan hasil kerja.

Memerintahkan Kepala Biro Hukum untuk menyusun kajian hukum kedudukan Tim Khusus dalam administrasi pemerintahan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

Berita Sebelumnya:

Penulis:Presmedia
Editor  :Redaksi