Awas..! Kepala Daerah Gunakan Bansos Covid-19 Untuk Kampanye dan Pencitraan Bisa Dipidana

Komisioner Bawaslu Kepri Indrawan Susilo

PRESMEDIA.ID,Tanjungpinang- Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepri mengingatkan, agar Kepala Daerah sebagai calon Petahan Pilkada, tidak memanfaatkan Bantuan Sosial (Bansos) Program Jaring Pengaman Sosial (KPS) percepatan penanganan Covid-19 untuk berkampanye dan pencitraan.

Komisioner Bawaslu Kepri Indrawan Susil mengatakan, secara Nasional, Bawaslu RI juga sudah mengeluarkan surat pencegahan. Demikian juga Bawaslu Provinsi dan Kabupaten Kota di Kepri, mengingatkan kepada Calon Petahan (Incamben) atau Kepala Daerah, untuk tidak mengunakan dana Bansos dari Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) percepatan penanganan bencana kesehatan Covid-19 untuk kepentingan politik.

“Atas surat Pencegahan Bawaslu itu, seluruh jajaran Bawaslu di Kepri, secara proaktif juga melakukan pengawasan, dalam rangka Pencegahan dan Penindakan,”ujar Idrawan di Tanjungpinang belum lama ini.

Sejumlah tindakan pengawasan yang dilakukan lanjut dia, seperti yang terjadi di Kabupaten Karimun, berupa permintaan keterangan pada Bupati Aunur Rafiq atas kegitanya sebagai Bupati “beririsan” (Bersamaam-red) dengan kegiatanya selaku ketua partai Golkar.

“Bawaslu sudaj meminta keterangan dan klarifikasi kepada yang bersangkutan dalam rangka pengawasan. Hal ini juga sekaligus mengingatkan kepada jajaran pemrintah dan Calon Petahana, agar hati-hati dan bisa memberi pelajaran, bagai mana berpolitik santun dan tidak memanfaatkan kondisi wabah Covid-19 ini sebagai sarana pencitraan dan berpolitik praktis,”tegasnya.

Hal yang sama, lanjut Idrawan juga dilakukan monitoring dan pengawasan di Bintan atas BLT pemerintah yang berisikan surat Bupati Bintan, serta adanya hand sanitaizer yang ditemukan bergambar Plt.Gubernur Kepri Isdianto beberapa waktu lalu.

“Untuk yang di provinsi, Kami juga mendalami, termasuk pemebriaan Bantuan Sosial Program JPS dan perbaikan Ekonomi yang akan dilakukan, Kami tetap monitor dan lakukan pengawasan,”ujarnya.

Intinya, tegas Gindrawan, Bawaslu Kepri meminta dan mengajak, agar para kepala daerah sebagai calon Prtahana yang akan maju menjadi calon pada Pilkada Kepri dan Bupati/wali kota mendatang, memiliki etika politik yang baik, karena dana JPS dan perbaikan ekonomi dalam percepatan penanganan Covid-19 ini bukan merupakan dana calon petahan, tetapi murni dari dana Rakyat dari APBD dan APBN.

“Dan kalau dana APBD, maka yang hadir dan melaksanakan setiap kegiatan adalah Pemerintah, seperi pemerintah Kabupaten, pemerintah Kota dan Pemerintah Provinsi. Dan bukan Bupati, Wali kota atau Gubernur. Apalagi atas nama pribadi. Karena kalau jabatan dan nama yang muncul tentu ada “Makna tersirat”,”ujarnya.

Bawaslu lanjut Idrawan, akan tetap melakukan pengawasan tehadap hal-hal diluar dari tahapan Pilkada, sebagai mana amanat pasal 71 UU nomor 1 sebagai mana diubah dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala daerah, Gubernur, Bupati dan wali kota, menyangkut, pelaksanaan pelantikan, kegitan program yang dapat merugikan dan menguntungkan calon Petahana, demikian juga mengenai Netralitas ASN.

Sejumlah delik pelanggaran ini, dapat diperoses sebagai pelanggaran Pilkada diluar dari tahapan, dengan sanksi pidana sebagai mana yang diamanahkan pasal 71 ayat 1-3 UU Nomor 1 tahun 2015 sebagai mana dirobah terakhir dengan UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

“Implikasi pidana dari pelanggaran pasal 71 ini, tertera didalam pasal 188 jo pasal 190 UU Pemilihan Kepala Daerah dengan ancamanpidana 1 bulan penjara, denda Rp.600 Juta, dan pencalonanya dibatalkan,”tegas Indrawan.

Merujuk pada Pasal 71 ayat 1 mengatakan “Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Ayat (2) “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Ayat (3) “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Atas pelangaraan pasal 71 UU ini, Kepala Daerah sebagai calon Petahana, dapat dipidana dengan Pasal 188 dan pasal 190 dengan ancaman 1 bulan penjara dan denda Rp.600 Juta, serta pencalonanya dibatalkan.

Penulis:Redaksi

Komentar