KPK Tetapkan Enam Tersangka Korupsi Bansos untuk Masyarakat Terdampak Covid-19

Para tersangka korupsi kasus bansos terdampak Covid 19 Foto InfoPublikPresmediaid
Para tersangka korupsi kasus bansos terdampak Covid-19. (Foto: InfoPublik/Presmedia.id)

PRESMEDIA.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (Bansos) dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19.

Kasus tersebut terkait bantuan beras kepada keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) di Kementerian Sosial (Kemensos) pada tahun 2020.

Para tersangka tersebut adalah MKW, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT BGR Persero pada periode 2018 hingga 2021, BS selaku Direktur Komersial PT BGR Persero, AC yang menjabat sebagai Vice President Operasional PT BGR Persero.

Kemudian, IW selaku Direktur Utama MEP sekaligus Tim Penasihat PT PTP, RR yang merupakan Tim Penasihat PT PTP dan RC, yang menjabat sebagai General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT EGP.

Berdasarkan informasi tertulis yang diterima dari InfoPublik pada Kamis (24/8/2023), KPK kemudian melakukan penahanan terhadap tersangka IW, RR, dan RC masing-masing selama 20 hari pertama, dimulai dari tanggal 23 Agustus hingga 11 September 2023. Penahanan tersebut dilakukan di Rutan KPK.

Dalam kronologi kasus ini, Kemensos memilih PT BGR sebagai distributor bantuan sosial beras (BSB) melalui surat perjanjian untuk pelaksanaan penyaluran BSB kepada KPM program PKH dalam rangka penanganan dampak COVID-19. Nilai kontraknya mencapai Rp326 Miliar.

Untuk memastikan distribusi BSB dapat dilakukan dengan cepat, AC dengan sepengetahuan MKW dan BS secara sepihak menunjuk PT PTP yang dimiliki oleh RC tanpa melalui proses seleksi, menggantikan PT DIB Persero yang sebelumnya telah ditunjuk sebagai konsultan pendamping distribusi BSB.

Namun, PT DIB Persero belum memiliki dokumen legalitas terkait pendirian perusahaannya.

IW dan RR juga ditunjuk sebagai penasehat PT PTP untuk meyakinkan PT BGR mengenai kemampuan PT PTP. Penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dan PT PTP tidak melibatkan kajian dan perhitungan yang jelas, serta sepenuhnya ditentukan oleh MKW. Bahkan, tanggal kontrak disepakati mundur (backdate).

Dengan ide dari IW, RR, dan RC, PT PTP membentuk konsorsium sebagai formalitas semata, tetapi tidak pernah melakukan kegiatan distribusi BSB sama sekali.

Dalam periode September hingga Desember 2020, RR meminta pembayaran uang muka dan uang termin jasa konsultan dari PT BGR, yang telah membayar sekitar Rp151 Miliar.

Dokumen lelang PT PTP direkayasa dengan mencantumkan backdate. Antara Oktober 2020 hingga Januari 2021, dana sekitar Rp125 Miliar ditarik dari rekening PT PTP yang penggunaannya tidak terkait dengan distribusi bantuan sosial beras (BSB).

Tindakan para tersangka dianggap melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf b, c, f, dan g bersama dengan Pasal 6 huruf c dan f Peraturan Menteri BUMN tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN; serta Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri BUMN tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN.

Dampak dari tindakan para tersangka ini telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127,5 miliar. Selain itu, dugaan bahwa sekitar Rp18,8 miliar diambil untuk kepentingan pribadi oleh IW, RR, dan RC juga terungkap.

Para tersangka kini dihadapkan pada dakwaan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis: Presmedia
Editor  : Redaktur